Powered By Blogger

kisah inspiratif widya

Selasa, 25 Mei 2010

Fattah

Apa kabar?

Maaf sayang, aku sudah tidak pernah menulis untukmu lagi. Tetapi kamu tahu, sejak 12 tahun lalu hanya namamu yang ada dihatiku bersanding dijantung dan hidup dengan segala pesonamu.

Sayang, senangkah dirimu disana? Apakah surga semakin indah setelah belasan tahun kamu jadi penghuninya? Apakah disana kamu sudah membangun sebuah rumah kecil indah, seperti yang pernah kita rencanakan ketika kamu masih ada? Apakah disana ada dapur kecil cantik untukku memasakkan sup ayam dan perkedel jagung kesukaanmu? Apakah disana juga ada halaman luas buat anak-anak kita kelak bisa bermain sepuasnya. Apakah ada kolam kecil itu, untuk menaruh segala jenis ikan koleksimu? Apakah...apakah...apakah...

Apakah begitu mempesonanya surga itu, sehingga yang pergi kesitu tidak akan kembali ke masa lalu? Apakah jika Tuhan menawarkan penukaran untukmu, apakah kamu akan lebih memilih kembali kepadaku daripada menikmati segala bentuk fasilitas mewah surga itu? Apakah kamu sanggup begitu?

Sayang, 12 tahun tidak mudah bagiku. Begitu jauh aku berjalan, dan begitu lelah aku berlari. Tetapi tetap ada kamu dan kamu merayap dijiwaku. Aku selalu berkhayal kamu ada dan selalu ada. Begitu kuatnya upayaku untuk tidak menerima kepergianmu, hingga melihat kuburanmu pun aku tidak mau. Aku tidak akan pernah ingin tahu kamu berbaring dimana, pake nisan apa, ada atau tidak ada bunga diatasnya. Tidak. Biarlah otakku selalu berpikir kamu masih ada. Kamu cuma pamit pergi untuk mencari nafkah, demi menghidupi keluargamu dan demi menabung untuk masa depan kita.

Sayang, tapi cincin itu sudah kuberikan mamamu. Aku ikhlas itu tidak melingkar dijariku. Mama dan adik-adik terlalu membutuhkan itu. Aku bisa beli cincin baru, yang manapun yang aku mau. Tetapi keluargamu? Selepas kepergianmu, aku dengar mama jadi pembantu rumah tangga. Ais jadi pelayan toko, Nurman jadi kernet angkot. Sementara Lila kecil kadang dititip sama nenek. Tak ada yang sekolah lagi sayang. Hutang biaya berobat papamu sudah begitu besar. Meski papamu sudah lama meninggal, mama masih harus mencicil. Satu-satunya yang diharapkan adalah kamu, dan kamu pun pergi. Aku tidak sanggup melihat kondisi itu.

Kamu tahu perasaanku saat itu? aku masih kuliah. Aku pun dikuliahkan kakak. Aku belum bisa membantu ekonomi keluargamu. Sebuah cincin itu sungguh sangat berharga bagi aku. Tetapi bagi mama, dia bisa menukarnya dengan beras. Sehingga beliau bisa makan dengan adik-adik. Dulu aku hanya beberapa kali ketemu Nurman, dia pucat, kumal dan kurus. Bergelantungan diangkot. Aku selipkan beberapa lembar uang ketangannya. Aku bilang, buat mama. Nurman nggak bicara. Dia hanya memandangku saja. Sampai angkot itu pergi jauh. Aku ingat, Nurman dulu selalu ceria. Kalau dia lagi bersama teman-temannya, dan kebetulan melihatku, dia akan selalu berkata dengan bangga; "Lihat, itu pacar kakakku!"

Aku juga sempat melihat Ais. Tuhan, dia jadi pelayan toko dipasar. Sibuk sekali dia memanggul kain, menawarkan pakaian obralan. Berapa gaji pelayan toko untuk anak yang cuma tamat kelas 1 SMA? Kami pernah berpandangan. Cuma saling tatap-tatapan. Majikan Ais nampak begitu cerewet. Karyawannya tidak boleh ngobrol saat bekerja. Itulah terakhir kali aku melihat Ais. Dia masih cantik seperti dulu. Tetapi rambutnya tidak lagi digerai. Tidak juga hitam kemilau lagi. Rambut itu kini nampak keras dan kasar, terikat tak sempurna dengan karet gelang warna merah.

Ais, mestinya dia jadi adik iparku. Aku pernah menulis surat kan kepadamu jika kita telah menikah dan tinggal di Cilegon, Ais akan kita bawa. Kita sekolahkan setinggi-tingginya. Karena gadis kecil itu sangat pintar. Biar beban mama tidak begitu berat. Lagian Nurman cuma bercita-cita ingin tamat SMA dan langsung masuk polisi. Jadi nantinya mama hanya akan mengurus Lila. Balita kecil gendut yang selalu tertawa. Aku waktu itu juga berjanji akan bekerja. Biar nanti, jika kita punya banyak uang, kita bisa bawa mamamu dan Lila, serta ibuku untuk tinggal bersama.

Sayang, ingatkah? Dulu kamu punya ide untuk bangun rumah tingkat 3? Diatas ruang kita dan anak-anak, tengah mama, ibu dan adik-adik, dibawah adalah tempat usaha kita. Kita jual pempek, model, krupuk, pokoknya makanan khas Palembang. Terus juga aku menghayal buka butik (hahaha...) biar Ais bisa belajar bisnis dan aku bisa cari tambahan duit yang manis...

Khayalan yang cantik dan kenangan yang indah. Aku tidak pernah bertemu keluargamu lagi sejak 1999. Konon mereka dibawa salah satu pamanmu pindah ke Riau. Entahlah. Jujur aku merasa bersalah tidak berpamitan dengan mereka. Saat itu aku sedang sibuk final test. Aku sangat ingin punya nilai bagus. Satu-satunya nilai terburuk adalah saat aku di semester 2. Tak ada dari temant-teman kampus yang tahu alasan aku pingsan tiba-tiba saat jam kuliah. Pake dianter ambulans segala ke rumah. Tetapi buat apa aku cerita? Apa aku harus cerita, jika orang yang kucintai tiba-tiba pergi menghadap Yang Kuasa? Apa mereka mau mengerti? Apa mereka mau memahami?

Sayang, setelah kepergianmu mungkin aku tidak sepenuhnya setia. Ada banyak pria dalam perjalanan hidupku. Mereka ada dan hanya sekedar mengisi saja. Sebuah catatan lewat. Tidak ada yang istimewa. Bahkan saat aku menikah pun, aku lebih menganggapnya sebagai sekedar "kecelakaan" saja. Hmm...mungkin saat itu aku lelah untuk berhalusinasi tentangmu. Aku ingin berada dikehidupan nyata. Ada seseorang yang menunjukkan rasa cinta kepadaku. Berjuang dengan penuh semangat. Dia juga nampak sederhana. Meski dikemudian hari aku tahu, bahwa apa yang dilakukannya justru palsu semua. Sudahlah, aku tidak mau mengungkap itu lagi sayang. Hatiku telah patah. Sakit lahir dan bathin. Kamu tahu kan? Kamu melihat itu semua kan dari atas sana?

Setelah pernikahan itu, kamu juga tahu kan aku semakin tidak bisa menemukan cinta. Cinta yang seperti apa sih? Cinta yang sempurna itu hanya darimu saja. Tidak ada tandingannya. Ada seorang pria yang mencintai aku dengan begitu tulusnya, sementara aku ini apa? Aku terlalu penuh kekurangan untuk dicintai. Dan aku hanya melihat kutulusan dari cintamu ini. Ketulusan abadi. Tuhan, andai mereka tahu betapa gantengnya kamu ini. Tidak dari fisik, tetapi juga hati. Kamulah laki-laki sempurna yang tersisa abad ini. Apa aku bisa menemukan yang "seperti" kamu lagi?

Yang mirip dengan kamu pernah. Itu, kakak sepupunya temanku itu. Wah, awalnya senang sekali aku melihatnya. Kami sempat kencan sayang. Dia ngajak aku dan Rudy jalan-jalan. Tetapi suatu hari aku melihat wanita di tempat kostnya. Wanita dengan hanya memakai setengah busana. Alah, dia bajingan juga. Untung aku belum jatuh hati dengannya. Tetapi sampai sekarang kami tetap berteman. Bagaimana pun dia adalah kakak sepupu temanku.

Lalu, aku kembali bertemu sosok ini. Putra. Gara-gara chatting. Lalu blind date. Tuhan, aku baru kaget pas kami ngobrol di KFC. Matanya mirip kamu sekali sayang. Hidungnya, cara bicaranya, hufft!! Sosok Putra persis sosokmu yang kutemui 12 tahun lalu. Sampai lemes aku waktu itu. Antara grogi dan senangya bukan main. Cuma dalam hati aku berkata: Ya, ampun sayang. Kok mukamu pasaran sekali? Sudah 2 orang yang kutemukan mirip denganmu. hihihi....aku sampai sakit perut nih.

Jujur sayang, Putra mengisi hari-hariku yang kering tanpamu. Meski baru sesaat kehadirannya, tetapi seakan aku telah mengenalnya belasan tahun. Mungkinkah karena ada sebagian darimu ada padanya? Ya, kemudian aku melihat ada semakin banyak kesamaan itu. Mulai dari sikap cueknya, egoisnya, tetapi upayanya untuk minta maaf juga ada. Dia seperti kamu sayang. Kadang seenaknya bikin orang marah, ngamuk or nangis. Tetapi kemudian kamu juga akan tiba-tiba hadir dengan segala daya upaya untuk memohon pengampunan.

Kemarin, Putra melakukan itu. Awalnya dia salah menyebutkan namaku. Kata dia bercanda. Tetapi untuk seorang wanita itu kan sensitif sekali. Kita seperti tidak dihargai. Benci banget aku sama dia. Ih, rasanya melihat dia pun tidak mau. Aku sudah mikir-mikir cara bagaimana untuk melupakan dia. Tapi itu ternyata tidak mudah. Awalnya, segala sms dan telpon tidak membuka mata dan telinga. Pokoknya nggak mau balik. Titik!

Eh, tiba-tiba itu anak nungguin berjam-jam di depan kost aku sayang. Sampe kehujanan. Aku masih balik liputan waktu itu. Basah kuyup juga hujan. Nah, dia telpon. Kubilang lagi dijalan. Pas dikantor, cek BB ternyata penuh dengan sms. Termasuk sms dia dan para tetangga dan teman kostku juga. Alah...dia bikin hati ini jadi gimana ya? Duh, terharu juga liat dia terpaksa berteduh di warung tetangga. Hati yang dari kemarin panas untuk sekedar ingat dia, kemudian luntur sudah. Waduh, pulang kerja dia langsung ke kost. Sampe nggak kuliah. Nekad juga nih anak..

Untuk pertama kalinya Putra kuizinkan masuk kost. Wah, padahal dulu itu kost bagiku sakral banget. Tidak ada seorang pria pun boleh masuk kesini, kecuali teman-teman yang datang untuk keperluan penting. Nah dia masuk, cuci kaki, tiduran sambil main dengan anakku. Hmm...sayang, kamu jangan cemburu. Aku benar-benar tersentuh.

Sikap Putra yang mau nunggu berjam-jam itu, seperti dulu kamu nungguin aku pulang kuliah di dekat mesjid menuju ke rumahku. Nunggu setiap hari hanya untuk mendengar kata maaf dari cewek judes, sombong dan sok kecakepan kayak aku. Kamu nggak marah saat kulempari batu, nggak balas saat kucaci maki. Berhari-hari! Dan akhirnya kamu menang. Kamu menaklukan hatiku. Bahkan sampai detik ini. 12 tahun! 12 tahun kamu merajai hatiku. Tiada tanding.

Dan saat melihat Putra melakukan hal yang sama, apakah salah jika kemudian aku mulai menyukai dia? Menyukai dia seutuhnya sebagai seorang Ardiansyah Putra. Bukan Putra yang mukanya kebetulan mirip dengan Fattah, kekasih yang kucintai sampai saat ini meski dia telah terbaring mati.

Putra memang bukan kamu, sayang. Dia mungkin juga tidak akan menampilkan kisah cinta luar biasa seperti yang pernah kita miliki berdua. Engkau dan dia beda. Aku harus melihat dua sisi mata uang dengan hati yang terbuka. Setiap manusia ada kelebihan dan kekuarangannya.

Tapi apa yang kurasakan dengan Putra ini? Aku tidak tahu sayang. Cuma sejak malam itu hatiku jadi tenang. Tidak labil seperti dulu. Aneh, aku merasa benar-benar nyaman. Aku bahkan tidak cemburu melihat ada foto si Tiara, mantannya si Putra masih nangkring di dompetnya dia. Alasan Putra sih, mau dibalikin ke orangnya. Ah, itu terserah dia. Mau dibalikin fotonya, apa sampe Putranya balik ke dia itu adalah urusan dia. Cuma dia yang tahu. Aku tidak ada hak untuk menututnya untuk begini dan begitu. Sudahlah, aku sudah nyaman dia menunjukkan sesuatu yang mengingatkan aku kepadamu.

Sayang, malam itu Putra pulang kemalaman karena Rudy nggak mau berpisah. Wah, rewel juga itu bocah. Mulai lengket dengan Putra dia. Setelah dia pergi aku cuma diam membisu. Sampai ada kabar dari Putra kalau dia sudah sampai ke rumahnya. Alhamdulillah,sehat wal'afiat tuh dia. Setelah itu aku cuma berbaring diam, dan diam saja. Ingat tadi pas ada Putra aku grogi tapi senang luar biasa. Seakan berhasil mengungkap kenangan lama yang sebelumnya terhambat karena amnesia. Wah, aku nostalgia lagi. Aku ingat sayang, aku ingat. Dan air mata ini menetes tiada henti. Bagaikan aliran sungai yang deras untuk mencari tepi.

Sayang, maafkan aku. Mungkin terakhir inilah aku mengenangmu. Aku akan mencoba mengubur semua masa lalu itu. Tapi bukan berarti aku melupakanmu dan tidak lagi mencintaimu. Aku hanya ingin bangkit dan menjalani kehidupan nyata. Kamu tetap ada dihatiku. Sebagai sosok istimewa yang mencintai aku dengan begitu luar biasa. Tetapi dihati ini juga kini ada Putra, sosok yang perlahan-lahan coba aku cinta dengan melepas embel-embel karena 'kamu mirip dia'.

Sayang, kuharap kamu mengerti. 'Semangat Perjalanan Mimpiku' kini adalah Putra. Dia yang kini membuat aku bersemangat untuk lebih maju baik dalam karir dan kehidupan.
Meski jika suatu hari nanti dia pergi, menghianati atau berlari. Aku akan berusaha mengerti. Aku tidak akan merasa bersedih lagi. Aku tetap akan bangkit untuk menjalani kehidupan ini.

Putra datang seperti engkau pernah datang sayang. Dan dalam kehidupan ini tidak ada yang abadi. Aku harus siap jika sesuatu yang kumiliki pasti pergi. Meski itu karena kehendak Tuhan atau kehendak sendiri.

Aku tidak pernah setenang ini. Aku tidak pernah setegar ini. Terima kasih sayang atas 12 tahun yang tak terlupakan. Terima kasih atas segala cinta, kasih, sayang dan ketulusan. Terima kasih Fattah. Selamat jalan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar