Powered By Blogger

kisah inspiratif widya

Jumat, 25 Juni 2010

Impian 2 Bocah Lelaki

Saat aku sempat balik ke Palembang, tinggal dan bekerja sekitar 1,5 tahun disana aku pernah kenal 2 sosok bocah lelaki ini. Perkenalan kami hanya sesaat, terjadi karena atas kebutuhan aku mengasuh anak. Keduanya anak yang tinggal disekitar rumah kontrakanku. Doa bocah putus sekolah yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi lemah. Bocah pertama bernama Sultan. Sementara bocah kedua, aku lupa siapa namanya. Tapi anakku biasa menyebutnya Kakak.


Sultan

Eits, ini bukan Sultan dalam arti sebenarnya. Ini adalah nama seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 atau 13 tahun. Sultan adalah anak tetangga dari pengasuh anakku. Dia suka anak kecil. Sebab itu dia sering membantu pengasuh anakku mengasuh si Rudy. Lagi pula dia putus sekolah. SD saja tidak tamat. Keluarganya sangat miskin. Tapi anak ini selalu ceria, dan Rudy memang senang sekali dengan si Sultan ini. Mereka kerap jalan-jalan, main bola, main mobilan, dan sebagainya. Segala yang diinginkan Rudy kecilku dapat diwujudkan Sultan. Termasuk meletakkan si gendut itu dipundak sambil nonton sepak bola di lapangan saat menjelang senja.

Semakin lama, yang eksis mengasuh anakku ini adalah justru si Sultan. Semua tetangga mengatakan, Rudy lebih banyak diasuh Sultan ketimbang pengasuh anakku yang sebenarnya. Nah, lho! Dan aku pun semakin sering melihat bahwa Sultan memang sangat sayang dengan si Rudy ini. Rudy biasa menyebutnya dengan nama "kakak utan". Keakraban mereka terus mengalir. Dan aku hanya bisa melihat bahwa sebenarnya Rudy tidak butuh pengasuh. Dia hanya butuh teman. Dan teman yang dia butuhkan adalah Sultan. Teman bermain, teman bercanda, teman menunggu ibunya pulang ke rumah usai bekerja.

Tetapi untuk mempekerjakan Sultan sebagai pengasuh anakku, jelas tidak mungkin. Dia kan laki-laki? Sementara waktu itu aku sedang hidup terpisah dengan suami. Kami waktu itu belum bercerai, tetapi sudah pisah selama satu tahun. Apa kata tetangga kalau aku meminta Sultan menjaga anakku di rumah? Sementara untuk menitipkan anakku di rumah Sultan, sangat tidak mungkin.

Orang tua Sultan sudah tua renta. Tidak mungkin bisa mengurus Rudy. Lagipula, kondisi rumah Sultan sangat tidak layak. Sedih sekali melihat rumah itu. Tepat berada di pinggir got. Dinding rumah hanya seng tua yang sudah bolong-bolong, dan lantainya hanya tanah. Rumah itu sempit sekali. Hanya ada balai-balai untuk tidur. Tanpa kasur. Panas dan penuh nyamuk. Kasihan anakku kalau dititip disitu.

Dan terpaksalah, pengasuh anakku jadi dobel. Si ibu tukang sayur dan si Sultan. Tetapi proses itu hanya satu bulan. Aku tidak cocok dengan kondisi lingkungan kerja dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Aku hanya pamit sama si ibu tukang sayur, dan aku tidak sempat pamit sama Sultan. Bocah yang pandai mengurus anakku itu lagi main bola. Tetapi untunglah ada salah satu ibu pedagang baju di pasar itu yang bersedia mencari Sultan. Dan anak laki-laki kecil dan kurus itu kemudian datang ke rumah kontrakanku.

Baru kali ini aku benar-benar melihat wujud asli anak itu. Kecil, hitam dan lusuh. Dia selalu memakai pakaian yang itu-itu juga. Pakaian kumal, dekil dan penuh robek dimana-mana. Sesekali aku sering juga melihat dia memakai jaket. Kata Sultan, itu jaket milik temannya. Karena dia tidak pernah memiliki sebuah jaket. Ya, boro-boro jaket, kaos oblong aja yang itu-itu juga.

"Ada apa yuk?" Sultan nampak menunduk hormat padaku. Ayuk adalah sebutan kakak untuk orang Palembang.

"Sultan, ayuk mau balik ke Jakarta"

Dia terpana. Lalu langsung memeluk Rudy yang memang sudah dari tadi memeluk kakinya."Wah, kakak harus pisah sama Rudy"

Saat itu aku bingung mau memberikan kenang-kenangan apa dengan si Sultan ini selain uang. Sebab meski baru satu bulan mengasuh anakku, aku sudah merasa simpati sekali dengan bocah lugu ini. Dia benar-benar tulus mengurus anakku. Dia tidak pernah minta uang.

Awalnya, aku hanya memberikan Sultan jam dinding. Jam dinding besar bergambar Walikota Palembang, yang kudapatkan dari Walikota Eddy Santana saat rutin meliput masa kampanye beliau. Tapi kemudian aku berikan dia barang-barang lain, yang ternyata memang sangat dibutuhkan dia dan keluarganya.

Aku memilihkan pakaianku yang kira-kira cocok buat Sultan. Dari kaos, jaket jeans hingga kemeja. Maklum, aku memang suka pake baju-baju cowok. Casual dan keren. Sultan senang sekali. Dia mencoba satu persatu pakaian itu. Bahkan dia langsung memakainya. Terutama jaket jeans aku, dia tidak mau melepasnya. Padahal cuaca Palembang saat itu sedang panas minta ampun.

"Bagus yuk bajunya. Terima kasih. Sultan jadi banyak baju sekarang" dia teriak-teriak.

"Sultan mau bantal? Ada bantal nggak di rumah?"

"Ada yuk. Cuma dua, sudah kempis-kempis"

Kuberikan bantal-bantalku padanya. Termasuk sarung bantalnya. Ada juga baju buat ibunya, dan beberapa barang lain untuk keluarganya. Seperti tikar, taplak dan sebagainya.

Lalu aku melihat kaki Sultan. Dia bahkan tidak memakai sandal. Kakinya kotor penuh lumpur. Kuberi dia sandal. Dia senang sekali. Tetapi tunggu, masa cuma sandal? Tiba-tiba aku melirik sepatu kets biru kesayanganku. Kenapa tidak diberikan juga kepada Sultan?

"Sultan mau sepatu? Muat nggak kakinya sama sepatu ayuk?" kataku sambil menyerahkan sepasang sepatu itu.

Sultan dengan penuh semangat langsung memakainya. Pas! Dia langsung mencoba berjalan-jalan dengan sepatu itu. Bolak-balik, bahkan dipegang-pegangnya dengan sukacita.

"Sultan suka sepatunya?"

Dia mengangguk. Lalu menangis. "Terima kasih ayuk. Sultan tidak pernah punya sepatu. Sultan ingin sekali punya sepatu. Sepatu ini bagus sekali. Baju ini juga, apalagi jaket ini. Alangkah banyaknya barang-barang ayuk yang diberi untuk Sultan. Sultan ikhlas yuk jaga si Rudy. Tetapi ayuk kasih Sultan banyak sekali..."

Ya Allah...aku juga menangis saat itu. Terharu sekali. Barang-barang yang tidak penting begitu bagiku, ternyata sangat berharga bagi Sultan dan keluarganya. Saat itu aku seakan menjadi orang yang kaya sekali. Aku lupa meski saat itu aku juga sedang bermasalah mengenai kondisi keuangan. Rasanya semua pikiran sedih dan putus asa lenyap sudah.

Ternyata ada orang yang lebih susah dari kita. Lebih menderita. Dan karena kita mampu sedikit berbagi, maka kita tiba-tiba merasa memiliki hati seluas samudra. dan jujur, perasaan seperti itu begitu luar biasa. Sayang perekonomianku tidak cukup mampu untuk menolong banyak orang seperti si Sultan ini misalnya. Demi menghidupi anakku, aku saja harus berjuang banting tulang dan peras tenaga. Tetapi harapan untuk suatu hari kelak dapat memiliki kehidupan yang jauh lebih baik serta berbagi dengan orang-orang lain yang kekurangan jelas ada dan tak pernah punah. Itu cita-cita abadi yang selalu terselip di hati ini.

Menjelang kepergian kami, Sultan juga sempat menitipkan harapan padaku. Agar suatu hari kelak aku dapat mengajaknya bekerja. Waktu itu aku niat balik ke Jakarta antara lain juga selain ingin pindah kerja juga karena berpikir untuk rujuk dengan suami. Hal itu kuceritakan dengan Sultan, dan dia semangat sekali mendengarnya.

"Si kakak, suami ayuk itu kerja apa disana yuk? Ajaklah Sultan yuk kerja disana. Bantu-bantu kakak dan ayuk disana. Jaga Rudy pun Sultan mau yuk. Rudy lucu, Sultan suka. Sultan ingin kerja cari uang yuk. Kasihan emak dan bapak sudah tua. Sultan ingin bantu-bantu kirim uang..."

Tapi waktu itu aku hanya tersenyum padanya. Susah berjanji saat itu. Aku saja tidak begitu yakin dengan kehidupanku selanjutnya nanti. Masalah aku dan suamiku waktu itu saja belum jelas, bagaimana mungkin aku dapat menjanjikan pekerjaan kepadanya? Tetapi melihat begitu besar semangatnya, entah mengapa hatiku seakan berusaha mewujudkannya. Someday, jika aku sukses mungkin aku akan jemput bocah kecil ini. Begitu harapanku.


Kakak

Ini adalah bocah lelaki kedua yang juga sering membantu aku mengasuh Rudy. Keluarganya mencari nafkah dengan jualann pempek. Mereka tinggal dirumah sempit yang sesak sekali. Dan ya Tuhan, anak mereka banyaaaaaaaakk sekali. Konon sang ibu ini kebal KB. Menghidupi anak banyak dengan jualan yang kadang laku kadang nggak jelas masalah besar. Sebab itu, si ibu dari keluarga ini kerap menghutang. Akibatnya, dia sering tiba-tiba sembunyi dibalik pagar rumah tetangga jika ada penagih hutang datang.

Inilah awal pertemuan aku dengan ibu dari bocah lelaki yang kami panggil si Kakak ini. Dia tiba-tiba loncat masuk ke rumahku minta pinjem uang. Kaget sekali aku. Awalnya kukira ada masalah berat. Ternyata mau pinjam uang. Waduh, mampus! Mana aku belum gajian. Lagipula para tetangga lain sudah wanti-wanti agar aku tidak meminjamkan uang kepada si ibu ini. Karena dia tidak pernah bisa membayar hutangnya. Hutang lamanya saja sudah banyak, bagaimana membayar hutang-hutang baru? Begitu analisa para tetangga. waduuuh...

Tetapi aku tetap berusaha baik dengan keluarga ini. Aku kerap membeli barang dagangan mereka. Cuma yang aku stres, anak-anak keluarga ini banyak sekali. Dan mereka ini senang sekali main ke rumah. Tidak menjadi soal sih kalau mereka asyik-asyik semua. Masalahnya yang datang ini pasukan balita yang kucel, kumel dan lapar semua. Lapar perut, lapar mata. Apa aja di rumah kita bisa diembat semua. Kalau makanan sih nggak jadi soal. Nah, ini mainan si Rudy mau dicaplok semua. Udah dikasih boneka, minta yang lain. Dikasih juga, minta lagi. Terus begitu. Akibatnya terjadi pertikaian dengan anakku, yang membuat kepalaku mau pecah saat itu.

Sejak saat itu, aku harus mewaspadai kedatangan pasukan dari anak-anak keluarga ini. Caranya? kasih mereka uang jajan dan makanan sebelum mereka masuk ke rumah. Biar mereka segera pulang. Aman! Setidaknya mereka tidak berperang dengan anakku. Sebenarnya sedih melihat pasukan anak-anak tak berdosa itu. Mereka kecil-kecil semua. Bertingkat-tingkat susunannya kayak tangga. Yang agak gede bertugas jaga adik-adik yang kecil. Sedih melihat bocah lima tahun gendong bayi. Tuhan..

Tapi diantara saudara-saudara pasukan mengenaskan itu, aku suka salah satunya. Dia salah satu anak laki-laki paling gede. Usianya sekitar 7 tahun, kami menyebutnya si Kakak.

Si kakak ini sangat santun dan ramah. Dia selalu minta maaf kepadaku atas kelakuan para saudaranya. hehe...Dan si kakak ini pula kerap membantu aku banyak hal. Bantuin aku beli sesuatu ke warung, ngangkutin barang, nungguin Rudy sebentar atau aktifitas ringan lain. Dia senang melakukannya, apalagi karena pasti kuberi uang. Bahkan dia sering menghampiri aku, berharap mendapat tugas baru. Kalau aku tidak punya tugas buat dia sih, aku tetap terkadang kasih dia uang dan makanan. Kasihan sekali si kakak ini, dia juga putus sekolah.

Satu hal yang tidak aku lupakan dari si kakak ini. Suatu hari, aku sakit. Aku minta bantuan dia menunjukkan rumah dokter terdekat. Tentu saja dengan izin orang tuanya. Selepas isya, aku, anakku dan si kakak ini berjalan menuju rumah dokter. Tuhan, karena aku lagi sakit jadi rumah dokternya nampak terasa sangat jauh. Sementara ojek nggak ada yang lewat malam itu. Apes banget. Mana kondisi tekstur tanahnya berbukit dan berliku. aku yang sedang kurang enak badan, ditambah menggendong anakku yang sedang gemuk-gemuknya itu tentu saja lemas.

Tetapi Ya Tuhan...si kakak ini, bocah lelaki kecil kurus hitam ini langsung meminta izin aku untuk menggendong Rudy.

"Biar kakak yang gendong adik Rudy, Bu. Saya biasa gendong adik" kata dia.

Entah kenapa aku percaya. Dan dengan jarak tempuh yang cukup jauh karena proses menanjak dan menuruni tanah berbukit dan agak curam itu, dilewati si kakak ini dengan menggendong anakku. Rudy kecilku memeluk erat lehernya, dan si kakak ini tampak senang dan selalu tertawa. Meski berat badan Rudy nampak jauh lebih berat dari si bocah lelaki ini. Pulang dari dokter pun dia tetap nekad menggendong si Rudy.

Saat si kakak ini akan kuantar ke rumahnya, kuselipkan uang lima ribu perak ke tangannya. Cuma lima ribu perak! Karena cuma itu uang kecil yang tersisa setelah proses pembayaran pemeriksaan kesehatan di dokter tadi. Maksudku, aku ingin beri dia lebih, terutama makanan-makanan kecil di rumah. Tetapi anak itu sudah berlari kesana-kemari. Meloncat-loncat bak tupai liar. Tertawa dan berteriak kuat-kuat. Tuhan...dia senang sekali menerima lima ribu rupiah itu.

"Terima kasih ibu! Terima kasih ibu!" kata dia sambil terus meloncat-loncat.

"Eh, ke rumah dulu ya. Nanti ibu tambah uangnya, ibu juga ada banyak makanan. Biar nanti kamu bagi dengan adik-adik..."

"Tidak usah ibu. Terima kasih! Ini sudah banyak ibu. Ini sudah banyak sekali!" dia masih terus meloncat-loncat sambil masuk ke rumahnya. Dia pamerkan uang itu kepada orang tua dan saudara-saudaranya. Dan ramailah rumah itu oleh terikan-teriakan balita dan tawa orang tuanya.

Sedih melihatnya. Ternyata itu adalah uang terbanyak yang pernah si kakak ini terima. Senang bisa membuat bahagia bocah kecil tersebut. Kasihan melihat anak sekecil itu harus sudah diberi tanggung jawab mengurus begitu banyak adik-adiknya. Sampai dia terpaksa putus sekolah. Ibunya yang rutin beranak itu bahkan masih meninggalkan tunggakan biaya melahirkan di bidan untuk anak terakhirnya, dan kini kulihat perutnya sudah buncit lagi.

Saat aku akan balik ke Jakarta, si kakak ini juga ikut membantu aku membereskan barang-barang yang akan kubawa. Sama seperti Sultan, bocah ini juga berharap suatu hari bisa pergi ke Jakarta.

"Jakarta seperti yang saya lihat di tivi ya, Bu? Bisa cari uang banyak disana ya Bu? Bu, nanti kalau saya sudah besar saya mau kesana. Mau cari ibu dan Rudy. Saya mau cari uang disana ibu, buat bantu orang tua dan adik-adik disini. Saya mau ke Jakarta ibu..."

Lagi-lagi sama seperti Sultan, aku tidak bisa berjanji.

Kini, kisah itu sudah berlalu 3 tahun sudah. Aku gagal rujuk dengan suami yang nambah brutal kelakuannya, dan akhirnya kami malah cerai. Suatu keputusan yang mestinya sudah kuambil sejak awal perkawinan. Inilah akibatnya jika menikah dengan pria miskin hati dan pikiran.

Selanjutnya karirku juga tidak bisa dikatakan cemerlang. Yah, namanya juga masih jadi kuli di perusahaan milik teman. Begini-begini aja. Untung bisa ngidupin anak aja sudah alhamdulillah. Tetapi entah kenapa, ada salah satu mimpi yang masih ada di kepala ini.

Aku bermimpi. Jika suatu saat nanti aku menemukan laki-laki baik hati di republik ini, maka aku pasti akan berpikir untuk menikah lagi. Lalu aku dan suamiku yang baru ini nanti punya usaha sendiri. Nggak muluk-muluk si usahanya. Kecil-kecilan aja, tapi pasti. hihi...Kemudian aku ingin mengajak dua bocah itu untuk membantu usaha kami. Biar mereka bisa sekolah nantinya. Biar Rudy juga jadi punya 2 kakak nantinya. Biar keluarga kecil kami tambah ramai. Biar banyak rezeki. Biar...biar..dan biar..Amien Ya Rabb...

Itu jelas bukan impian spektakuler abad ini. Sekedar mewujudkan impian dua orang anak kecil yang pernah membantu aku dan anakku. Namun impian itu nampaknya hanya tinggal sekedar impian semata. Tidak pernah terjadi sampai detik ini. Semakin jauh dan semakin redup saja..

Kamis, 17 Juni 2010

Allah Itu Adil

Malam itu aku hampir mati ketakutan. Ketika tiba2 ada sms nyasar di hape-ku dengan isi: aku tunggu di ...penting. help!. Waduh, ada apa ini? Ini sms dari salah satu mantan pacar di masa lalu yang kini sudah punya istri dan satu anak. Kami memang sudah lama tidak bertemu, tapi terkadang sering juga sms-an, sekedar menanyakan kabar. Kalau bertemu dengan dia sih bisa dihitung dengan jari. Biasanya karena tidak sengaja pastinya. Tetapi saat ini aku ketemu dia sama istri dan anaknya. Kami kerap ngobrol bareng untuk beberapa waktu. Toh, istrinya juga tidak cemburu dengan aku. Dia sudah tahu semua dari suaminya tentang aku.

Lalu kini si mantan ini ngajak ketemuan aku, hanya berdua? Untuk apa? Waduh, terpaksa aku titip anakku ke ibu angkatku dulu. Pasti ini ada hal yang menakutkan sampai si mantan minta aku ketemu dengan dia. Dan di salah satu tempat makan di mall itu aku melihat dia duduk gelisah.

"Ada apa?" kataku, sambil buru-buru duduk di depannya.

Dia tersenyum. Meski terlihat datar. Lalu dia menawarkan aku untuk memilih menu makanan dan minuman dulu.

"Wid, maaf merepotkan. Tetapi aku ada masalah"

Dia memutar2 gelas kopinya. Tampak sulit bicara, tetapi kemudian aku lihat dia menangis.

"Kami sudah lama ingin bercerai, tapi aku selalu tak bisa karena anakku"

Ha??!! Bagai habis kena petir aku mendengarnya. Bercerai? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah yang terlihat selama ini mereka merupakan pasangan bahagia yang tiada tandingannya? Aku aja sampai iri banget melihatnya. Istrinya adalah sosok wanita cantik nan menggoda, yang sanggup membuat si mantan pacarku yang dulunya playboy nggak ketulungan ini bertekuk lutut. Inilah wanita yang membuatnya tergila-gila dan berhasil membuatnya menjadi suami sekaligus ayah. Sekitar 5 tahun pernikahan mereka, apakah ini hanya sekedar emosi keduanya semata?

"Kenapa ingin bercerai" kataku, pelan sekali. Takut membuatnya lebih shock. Ya, ampun. Si playboy yg dulunya "garang" dan macho banget ini ternyata bisa menangis. Air matanya meluncur pelan. Menghilangkan segala jejak "kedahsyatan" masa lalunya. Hmm..dia tidak sebengal dulu. Ada sisi rapuh dibalik laki-laki itu.

Kami dulu memang pernah berkencan. Tidak lama. Hanya dalam hitungan bulan. Waktu itu tidak ada kata spesifik dari hubungan kami ini. Selain pernah dekat. Okelah, mungkin dulu kami sama-sama kesepian. Jadi bertemu, dan sepakat untuk menjajaki kebersamaan. Tetapi ternyata tiak cocok! Aku tidak suka gayanya yang pecicilan terhadap banyak perempuan. Dan dia tidak suka dengan gayaku yang dianggapnya terlalu keras dan temperamental. Wah, itu aku banget ya? hehe...

Hubungan kami dulu memang tidak berlanjut. Tetapi anehnya kami tidak musuhan. Kami tetap berteman. Bahkan kami selalu menjaga komunikasi diantara kami. Sampai suatu hari dia bilang sama aku, ketemu cewek yang cantiiiik sekali. Dan dia berpikir untuk menikahi cewek ini. Saat itu aku cuma berkata: alhamdulillah mantan yayang, akhirnya kamu insyaf juga...hahaha

Dan mereka menikah. Aku datang juga lho di acara itu. Pokoknya acaranya serba mewah dan meriah dengan tema internasional. Luar biasa. Banyak sekali tamu yang hadir. Mempelai wanita dan prianya juga nampak mengagumkan. Satunya ganteng, satunya cantik. Mereka memang pasangan yang sangat serasi sekali. Aku sempat foto bertiga juga sama mereka. Aku ditengah, diapit mempelai. Terlihat banget aku jomplang sekali disana. Maklum, waktu itu aku mau liputan di salah satu launching produk milik Jepang di daerah Kelapa Gading. Sebelumnya ya aku nekad datang diacara kawinan mereka. Jadilah kostumku waktu itu, celana jins belel biru, sepatu kets merah, tas sporty abu2, kaos hitam gambar naga dengan blazer hitam garis2...hehe

Pada kesempatan itu, aku mengucapkan kata tulus; Semoga jadi keluarga yang sakinah, mawwadah dan warrohmah. Amien Ya Rabb...tapi kenapa 5 tahun kemudian kejadiannya begini? Apa waktu itu aku salah ngomong saat berdoa ya?

"Kami menjalani 5 tahun ini penuh dengan pura-pura. Kamu tau nggak Wid? Kami ini sama-sama berselingkuh......"

What???!!!!

Si mantan bercerita. Dia menikahi istrinya dengan kebanggaan luar biasa. Karena kecantikan dan segala pesona yang dimiliki wanita tersebut. Hal itulah yang membutakan matanya. Hingga menjadi munafik. Sang istri ternyata tidak dapat melupakan mantan kekasihnya yang juga telah berstatus "menikah". Awal-awal perkawinan, hal tersebut masih bisa diatasi. Apalagi kemudian ada anak mereka. Tetapi ketika si anak udah mulai besar,dan si mantan ingin menambah momongan baru, sang istri menolak mentah2.

Perselingkuhan istri dengan mantan kekasihnya kemudian terbuka luas bak lapangan bola. Mantan pacarku ini ngamuk luar biasa. Tetapi dia tetap mencoba sabar. Atas nama cinta, dan dia juga sayang anaknya. Selanjutnya, pernikahan tersebut menjadi kering kerontang bak tanah di musim kemarau. Dan repotnya, si mantan ini mencari pelarian pula dengan segenap wanita di luaran. Cocok! Tetapi kata-kata cerai tersebut tetap tidak berani terungkap.

"Setiap kali melihat kecantikannya, kelembutan dan segala pesona dia aku jadi kalah. Rasanya tak siap berpisah dengan wanita sesempurna dia..."

Sempurna? Wueks!! Sempurna apa kalau sudah kawin masih selingkuh juga? Wah, aku geleng2 kepala. Ada penyakit mereka berdua ini hingga menjalankan proses pernikahan yang "payah".

"Sekarang istriku hamil. Dan aku tahu pasti itu bukan anak aku. Karena kami sudah tidak satu ranjang lagi sejak 6 bulan terakhir.."

Stop! Aku langsung minum cola banyak-banyak. Stres aku mendengarnya. Ini hal paling menjijikkan yang pernah kudengar.

"Sekarang, apa pun keputusanmu itu adalah hakmu. Aku hanya sekedar teman. Ceritakanlah apa yang akan kamu ceritakan. Ungkapkanlah semua. Bila perlu sampai muntah. Sudah itu, stop! Berpikirlah jernih untuk situasi yang seperti ini. Kamu itu laki-laki, kamu pemimpin di rumahmu sendiri. Seharusnya. Tetapi apa yang kamu lakukan? Kamu bahkan tidak bisa mengarahkan istrimu sendiri ke dalam lingkup kebaikan. Justru atas nama cinta yang dibutakan oleh segala kecantikannya itu kamu malah semakin membiarkannya tergelincir ke dalam perzinahan!"

"Aku cinta banget sama dia Wid. Kamu harus ngerti!" dia mulai merengek seperti bocah kecil minta dibelikan balon.

"Kalau kamu cinta, kamu harus bisa mengarahkan dia. Bukan seperti ini. Kalian justru hancur bersama-sama. Apa yang kulihat dari kisah perkawinan ini adalah dua orang bodoh yang berpikir bahwa mereka bisa mengatur hidup mereka tanpa campur tangan Allah. Aku benci perceraian. Kamu tahu kan, aku pun bercerai. Dan itu bukan suatu hal yang menyenangkan. Terutama bagi kaum perempuan, dan anak yang masih butuh kasih sayang. Aku suka kalimat bahwa kamu memikirkan anakmu. Pikirkan saja itu. Semua orang pernah salah, jadi kata maaf itu bukan suatu hal mewah. Hanya saja kamu harus ikhlas melakukannya, termasuk menerima bayi dalam kandungan istrimu yang jelas-jelas bukan darah dagingmu sendiri..."

Tiga hari kemudian, aku ditelpon mantan pacarku ini. Istrinya ternyata tidak mau melanjutkan pernikahan mereka. Dia lebih memilih menjadi istri simpanan daripada mantan kekasih lamanya. Sementara anak mereka juga dalam pengasuhan sang istri ini. Lalu, bagaimana kabar mantan pacarku? Hmm...dia kacau sekali. Dia nangis, teriak2 dan entah apalagi. Tampaknya dia sangat tertekan dengan kondisi ini. Dan satu2nya orang yang jadi tempat curahan hatinya mungkin cuma aku. Sehingga meledaklah semuanya bagai bom waktu. Dan mungkin aku yang sedang capek, kesel atau emosi juga mendengar kisahnya jadi ikut2an terpengaruh juga.

"Sudah diam, jangan merengek seperti anak kecil! Terimalah nasibmu sendiri. Sekarang kamu tahu kan bagaimana rasanya dihianati dan ditinggalkan? Tidak enak kan? Coba kamu mikir. Berapa perempuan yang pernah kamu buat berantakan hidupnya gara-gara ulahmu di masa lalu? Termasuk aku? Jangan menyalahkan takdir, jangan menyalahkan istrimu, jangan menyalahkan siapa2. Salahkan dirimu sendiri! Inilah buah dari perbuatanmu di masa lalu. Allah itu adil!"

Bleg! Aku lempar hape di kasur. Uh, marah sekali aku waktu itu. Jadi ingat perlakuan dia di masa lalu terhadap aku. Dia bilang dia cinta, dia sayang. Tetapi aku harus melihat sendiri betapa munafiknya dia terhadap hidup. Tidak hanya satu atau dua perempuan. Tetapi banyak! Jujur waktu itu aku mulai jatuh cinta sama dia. Tidak munafik, dia merupakan salah satu mantan pacar paling ganteng yang pernah kumiliki. Dan betapa berdukanya aku ketika tahu dia pun menjalin hubungan dengan salah satu sahabat baikku. Tuhan, tak dapat kuungkapkan rasa hatiku saat itu.

Namun seiring waktu aku memaafkan perbuatannya. Meski tidak ada keinginan untuk kembali, aku tetap memberikan tempat dihati sebagai sahabat. Aku merasa memang tidak ada hak untuk melanjutkan kebencian aku terhadapnya. Meski aku juga mendengar betapa banyak korban dia. Beruntung aku yang belum sempat "diapa2in" sama si bajingan ini. Tetapi wanita yang lain? Sahabatku yang juga ditinggalkannya itu sampai nyaris bunuh diri. Aku dengar juga ada cewek yang hamil lalu aborsi karena dia kabur. Terus ada juga yang terpaksa dikawinin orang lain karena lagi-lagi si ganteng tapi hatinya iblis ini lepas tanggung jawab.

Aku rasa, wanita2 yang pernah terluka itu pernah mengucapkan sumpah serapah. Termasuk aku tentu saja yang bahkan sempat menampar mukanya dan memukul kepalanya pake sapu. hehe...aku emosi sekali waktu itu karena tau dia selingkuh sama sahabatku. Tetapi waktu pula yang membuat semuanya menjadi semu. Para wanita itu mungkin sudah memaafkan dan melupakan. Tetapi inilah saatnya Tangan Tuhan bekerja untuk memberikan pelajaran bagi umat yang tidak lagi punya perasaan. Dia menyakiti orang, maka akan juga disakiti orang. Dia dihianati orang, dia pun akan merasakan pahitnya dihianati orang. Kini kita bicara tentang: KEADILAN. Tidak perlu membalas kejahatan orang lain, karena Allah itu tidak pernah tidur.

Habis sholat Isya, aku mendapatkan sms baru. Dari dia tentu saja: Wid, maafkan semua kesalahanku dimasa lalu. Kamu benar, ini semua karena buah dari kekhilafan aku di masa lalu. Terima kasih sudah mengingatkan. Kamu salah satu wanita terbaik yang pernah aku sia2kan. sekali lagi, maafkan.

Bleg! Lagi2 aku lempar hape ke kasur. Malam itu aku nonton Opera Van Java tanpa ketawa2. Jadi ingat dulu aku sempat protes ke Tuhan kenapa harus kehilangan cowok seganteng dan sekeren dia? Aku dulu merasa Allah tidak adil. Astagfirullah..ternyata kini aku tahu jawabannya. Dia memang tidak pantas buat aku. Tidak baik dan memang tidak patut. Allah punya rencana sendiri dalam hidup aku. Aku suka kalimat yang mengatakan, terkadang kita harus bertemu dulu dengan orang yang tidak baik agar kita dapat memiliki orang yang terbaik.

Jadi semua ada hikmah, ada pelajaran yang dapat dipetik. Ketampanan, kecantikan, pesona penampilan dan sebagainya bukanlah hal utama yang harus dicatat sebagai syarat mutlak suatu pasangan. Tidak ada jaminan kemasan itu akan sebagai isinya. Ketampanan atau kecantikan dapat pudar karena usia, kesehatan atau kecelakaan misalnya. Tetapi kebaikan hati tidak akan luntur dengan mudahnya. Tetapi masalahnya, sampai detik ini aku memang susah mencari pasangan yang punya hati yang begitu luar biasa. Tuhan, dimana aku harus mencarinya? hiks!

Rabu, 16 Juni 2010

Lebih Baik Dicintai, Daripada Mencintai

uh, akhirnya nulis lagi. Setelah sempat bertekad untuk mengubur saja dalam-dalam blog ini. Lagian juga aku sedang pusing mikirin bukuku yang nggak beres-beres itu. Maklum, biasa nulis cerpen or novel, or artikel-artikel hasil liputan, ini disuruh nulis buku tentang warehouse receipt. aiiih, ribet!!

Tapi sebenarnya, keinginan untuk menulis ini tidak murni dari hasil pola pelarian dari tindak kejenuhan dalam proses penulisan buku. haha...ini sebenarnya hasil dari kritik seorang teman lama yang tiba-tiba hadir di facebook. hmm...

Suatu hari aku kaget, ketika salah satu teman lamaku say hello di facebook. Kami tidak ketemu sekitar 10 tahun! Bukan waktu yang singkat memang. Dia teman cowok yang pernah satu komunitas dengan aku di masa lalu. Ya, just a friend. Jujur aku tidak begitu kenal akrab dengan dia dulu. Cuma sekedar tahu, apalagi dua dari sahabatnya dia pernah jadi mantan pacarku, hihi...jadi wajarlah aku pasti ingat dia.

Pada awalnya, kami cuma sekedar ngobrol biasa. Oh, ternyata dia pernah tinggal dan bekerja di luar negeri juga. Saat ini dia sedang menjalankan usaha dengan teman-temannya. Udah masuk kategori sukses dia di usia muda. Wajarlah, aku dari dulu mengenal dia sebagai sosok yang cerdas. Cuma memang dia tidak terlalu suka bicara. Terlalu pendiam malah. Kalau boleh jujur, malah agak terkesan sinis. Sebab itu aku ingat banget dulu, jika tidak penting banget aku tidak mau bicara dengannya.

Tapi bertemu kembali dimasa kini dengan "tampilan" yang berbeda, membuat aku sedikit lupa dengan sikap sok cool-nya di masa lalu itu. Dia kini agak jauh lebih menyenangkan diajak bicara. Awalnya kami bertukar nomor telepon, lalu dia pun menawarkan aku untuk melihat hasil usahanya dengan teman-temannya. Sharing dikitlah untuk urusan pengembangan usaha. Ya, awalnya begitu.

Lalu, selanjutnya kami pun ngobrol-ngobrol untuk urusan yang lebih pribadi. Ya, rupanya dia tahu soal kehidupan pribadiku dari beberapa teman lama kami yang masih cukup dekat dengan aku. Dia mengaku prihatin. Dan tentang dia? hmm, ternyata dia belum menikah juga sampai saat ini. What?!

Sambil ketawa-ketawa dia ngaku belum laku-laku juga meski "packaging" dia saat ini sudah jauh lebih berkelas dari pada dulu. Hahaha...ada-ada aja! Jujur, aku tidak percaya. Mana mungkinlah dia tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita sampai detik ini? Homo-kah dia? ups! sorry...

Dan dia, teman lamaku itu cuma tersenyum. Senyum yang aneh terasa. Dan di salah satu food court di sore yang gerimis itu, dia kemudian mengungkapkan segalanya. Rahasia yang mungkin udah puluhan tahun dia pendam, dan seharus dia ungkap sejak dahulu kala.

Dulu, kata si teman lamaku ini, dia pernah suka sama teman ceweknya. Cewek yang aneh menurut dia. Cerewet, emosional, sombong dan sok kecakepan. Awalnya, dia mengaku sebel banget dengan cewek ini. Tapi karena mereka satu komunitas pertemanan, dia mengaku terpaksa harus terlihat biasa-biasa saja terhadap si cewek ini. Tetapi suatu hari, cara pandangnya terhadap cewek ini berubah drastis. Tanpa disengaja, mereka terpojok pada kondisi harus ngobrol berdua. Awalnya kaku, tetapi lama-lama dia mengaku jadi tiba-tiba suka dengan si cewek ini.

"Ngobrol dengan dia itu tidak bikin boring. Anaknya jujur dan apa adanya. Dan setelah aku lihat-lihat, dia lumayan manis juga" ungkap si teman lama ini.

Sejak itu, si teman ini mengaku kemudian mendadak jatuh hati pada si cewek ini. Tetapi untuk mengungkapkan, rasanya sulit. Ini cewek terlalu dinamis. Banyak gerak dan pecicilan. Langkah si cewek terkadang sulit terkejar bagi jiwa teman lamaku ini yang orangnya cenderung pasif dan grogian. Sampai akhirnya, si teman lama ini harus menelan luka bathin ketika dia tahu kalau cewek yang ditaksirnya itu justru naksir sahabatnya sendiri. Dan pacaran pula!

"Rasanya gimana ya waktu itu? Sedihlah pasti. Cuma tidak diungkapkan. Tetapi jujur, sejak saat itu aku jadinya agak-agak sinis sama dia. Nggak munafik sih, sakit hati juga"

Tapi tampaknya, rasa sakit hati teman lama ini tidak berakhir disitu saja. Di kemudian hari, usai putus dari sahabatnya, si cewek ini juga kemudian menjalin hubungan baru dengan sahabatnya yang lain. Waduh!

"Dua kali aku disakiti sama dia. Cuma herannya hati ini tidak bisa ditipu. Aku tetap suka sama dia. Meski perasaan itu harus kusimpan dan kupendam selamanya. Setelah dia putus sama sahabatku yang terakhir itu, aku juga tidak pernah nembak dia. Aku tidak pernah menyatakan perasaan aku sama dia. Entahlah, mungkin aku sakit hati banget dengan dia yang sudah macarin dua sahabatku. Sampai kemudian kami berpisah karena kesibukan masing-masing. Aku merantau ke berbagai tempat, mencari penghidupan yang lebih baik sambil berharap suatu hari kelak aku bisa melupakan cewek ini"

Sayangnya, menurut pengakuan si teman lama ini. Dia tidak pernah bisa melupakan cewek tersebut. Tetapi untuk mencari si cewek ini kembali, rasanya juga berat. Dia mengaku kesulitan untuk menentukan sikapnya ke cewek itu kelak. Apalagi dia mengaku, agak sedikit kurang percaya diri dihadapan cewek ini. Selanjutnya kehidupan teman lamaku ini hanya diisi dengan kerja dan kerja. Dia berharap suatu hari kelak dapat meraih kesuksesan besar, sehingga dia punya keberanian untuk menemui gadis yang pernah mengisi hatinya.

"Akhirnya aku mendapat kabar tentang cewek ini dari teman-teman. Dia sudah menikah, punya anak, tetapi dia bercerai. Tetapi lagi-lagi untuk menemui cewek ini aku tidak berani. Padahal di situs jejaring sosial, aku selalu liat dia comment di wall teman-teman lamaku. Aku cuma suka membaca comment dia yang lucu-lucu. Dia sama seperti dulu. Unik dan menyenangkan. Meski kulihat pic dia, haha...tidak lagi langsing seperti dulu. Namanya juga ibu-ibu. Tetapi pipi tembamnya itu selalu membuat aku rindu..."

Lalu teman lamaku ini kembali bercerita. Betapa dia akhirnya memberanikan diri untuk membuka hubungan pertemanan baru dengan si cewek ini. Dia bersyukur si cewek masih ingat dia. Kemudian mereka bertemu, dan disitu dia tahu bahwa rasa yang pernah hadir dulu itu tidak pernah menjadi semu. Tetap ada, meski kemudian terasa perih karena yang hadir dihadapannya kini seperti bukan lagi sosok yang sama seperti yang diharapkanya.

"Bertahun-tahun aku merindukan dia. Tetapi setelah bertemu, dia malah bercerita kalau kini dia masih menyimpan perasaan kepada seseorang. Orang lain (lagi!). Orang yang menurut aku tidak layak untuk dia cintai. Sebab laki-laki itu memutuskan hubungan tanpa suatu alasan. Lalu menghilang. Laki-laki macam apa itu? Tetapi apa mau dikata? Dia punya hak untuk mencintai siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Lagi pula ini salahku. Aku tidak membuka peluang terhadap diriku sendiri untuk dapat meraih hatinya. Lagi-lagi aku terluka. Tetapi jujur, aku semakin memahami perasaan ini"

Sore itu gerimis kian sadis. Segelas orange juice di depanku sudah habis. Sementara kopi di depan teman lamaku itu masih tersisa setengah. Aku melirik jam tangan, dan kemudian berpikir untuk cepat-cepat pulang. Anakku pasti sudah tidak sabar menunggu aku pulang ke rumah. Si teman lama menawarkan untuk mengantar pulang, tetapi aku hanya minta dia mengantarkan sampai stasiun kereta api Senen. Aku sangat suka naik kereta. Awalnya dia kurang setuju, tetapi akhirnya dia tak mampu menolak.

Sepanjang perjalanan menuju stasiun Senen, kami hanya diam. Dia nampak serius menyetir mobilnya, dan aku "pura-pura" fokus untuk "mengacak-acak" blackberry. Tetapi aku yakin, kami sebenarnya sedang berusaha menutupi perasaan ini.

Tepat di depan stasiun, kami turun. Dia masih menunggui aku yang antri nunggu tiket menuju ke Bekasi. Kereta 10 menit lagi datang. Aku menjabat tangannya erat.

"Terima kasih kawan, senang bertemu kamu lagi. Semoga bisnismu lancar ya" kataku.

"Kamu juga, semoga semua yang kamu harapkan dapat terwujud. Salam buat anakmu ya!"

Aku mengangguk. Melambai dan berbalik, tapi..

"Wid!"

Aku menoleh. Dia tampak tersenyum ramah.

"Lebih baik dicintai daripada mencintai. Kalau dicintai, kita akan belajar untuk mencintai. Tetapi kalau mencintai, kita akan terus-terusan belajar banyak hal. Mulai dari belajar untuk siap disakiti, dihianati, ditinggalkan atau bahkan dilupakan.."

Aku mengangguk,"Terima kasih sudah mau jujur"

Kereta sore itu penuh sesak sekali. Begitu berjubelnya manusia sehingga tidak mungkin ada satu pun orang yang bisa melihat air mata ini. Dia pria yang baik. Mungkin salah satu pria terbaik yang pernah kukenal. Tetapi kenapa hati ini tidak pernah bisa terarah dengannya. Dulu, jika dia tidak lebih dulu membuka hati, mungkin segala sesuatu yang diingini bisa saja terjadi. Tetapi kenapa dia baru bisa jujur untuk saat ini? Saat hati ini sudah begitu lelah untuk mencintai dan terlalu takut untuk dicintai?

Hati ini sudah beku. Tidak akan ada sedikit ruang buat seorang laki-laki disini. Aku berusaha tidak akan mengenal dan mempercayai lagi. Setidaknya untuk saat ini. Aku ingin fokus menggapai masa depan, mengurus anak dan mengubur segala kenangan masa silam yang menyakitkan. Aku tidak mau jatuh lagi karena laki-laki. Tidak akan.

Maafkan aku teman lama, pasti di luar sana ada seseorang yang lebih pantas untukmu. Seseorang yang memang ditakdirkan hanya untuk kamu. Dan aku yakin, itu bukan aku.. (***untuk seorang teman lama)

Selasa, 25 Mei 2010

penipu

mengenal orang tidak bisa satu hari, mengenal orang harus seumur hidup. karena sifat manusia itu berubah-ubah. terutama pria. jika lagi butuh, dikejar kayak ngejer layangan melayang di udara. terburu-buru dan nekad luar biasa. jika dia bosan, maka dia akan pergi begitu saja. bersyukurlah wanita yang tidak sampai terjebak rayuannya. lha, biarin aja dia cari korban baru. toh, nanti kena batunya dia. Hmm...Ardianysah Putra. ternyata dia tidak sebaik yang kukira...

Fattah

Apa kabar?

Maaf sayang, aku sudah tidak pernah menulis untukmu lagi. Tetapi kamu tahu, sejak 12 tahun lalu hanya namamu yang ada dihatiku bersanding dijantung dan hidup dengan segala pesonamu.

Sayang, senangkah dirimu disana? Apakah surga semakin indah setelah belasan tahun kamu jadi penghuninya? Apakah disana kamu sudah membangun sebuah rumah kecil indah, seperti yang pernah kita rencanakan ketika kamu masih ada? Apakah disana ada dapur kecil cantik untukku memasakkan sup ayam dan perkedel jagung kesukaanmu? Apakah disana juga ada halaman luas buat anak-anak kita kelak bisa bermain sepuasnya. Apakah ada kolam kecil itu, untuk menaruh segala jenis ikan koleksimu? Apakah...apakah...apakah...

Apakah begitu mempesonanya surga itu, sehingga yang pergi kesitu tidak akan kembali ke masa lalu? Apakah jika Tuhan menawarkan penukaran untukmu, apakah kamu akan lebih memilih kembali kepadaku daripada menikmati segala bentuk fasilitas mewah surga itu? Apakah kamu sanggup begitu?

Sayang, 12 tahun tidak mudah bagiku. Begitu jauh aku berjalan, dan begitu lelah aku berlari. Tetapi tetap ada kamu dan kamu merayap dijiwaku. Aku selalu berkhayal kamu ada dan selalu ada. Begitu kuatnya upayaku untuk tidak menerima kepergianmu, hingga melihat kuburanmu pun aku tidak mau. Aku tidak akan pernah ingin tahu kamu berbaring dimana, pake nisan apa, ada atau tidak ada bunga diatasnya. Tidak. Biarlah otakku selalu berpikir kamu masih ada. Kamu cuma pamit pergi untuk mencari nafkah, demi menghidupi keluargamu dan demi menabung untuk masa depan kita.

Sayang, tapi cincin itu sudah kuberikan mamamu. Aku ikhlas itu tidak melingkar dijariku. Mama dan adik-adik terlalu membutuhkan itu. Aku bisa beli cincin baru, yang manapun yang aku mau. Tetapi keluargamu? Selepas kepergianmu, aku dengar mama jadi pembantu rumah tangga. Ais jadi pelayan toko, Nurman jadi kernet angkot. Sementara Lila kecil kadang dititip sama nenek. Tak ada yang sekolah lagi sayang. Hutang biaya berobat papamu sudah begitu besar. Meski papamu sudah lama meninggal, mama masih harus mencicil. Satu-satunya yang diharapkan adalah kamu, dan kamu pun pergi. Aku tidak sanggup melihat kondisi itu.

Kamu tahu perasaanku saat itu? aku masih kuliah. Aku pun dikuliahkan kakak. Aku belum bisa membantu ekonomi keluargamu. Sebuah cincin itu sungguh sangat berharga bagi aku. Tetapi bagi mama, dia bisa menukarnya dengan beras. Sehingga beliau bisa makan dengan adik-adik. Dulu aku hanya beberapa kali ketemu Nurman, dia pucat, kumal dan kurus. Bergelantungan diangkot. Aku selipkan beberapa lembar uang ketangannya. Aku bilang, buat mama. Nurman nggak bicara. Dia hanya memandangku saja. Sampai angkot itu pergi jauh. Aku ingat, Nurman dulu selalu ceria. Kalau dia lagi bersama teman-temannya, dan kebetulan melihatku, dia akan selalu berkata dengan bangga; "Lihat, itu pacar kakakku!"

Aku juga sempat melihat Ais. Tuhan, dia jadi pelayan toko dipasar. Sibuk sekali dia memanggul kain, menawarkan pakaian obralan. Berapa gaji pelayan toko untuk anak yang cuma tamat kelas 1 SMA? Kami pernah berpandangan. Cuma saling tatap-tatapan. Majikan Ais nampak begitu cerewet. Karyawannya tidak boleh ngobrol saat bekerja. Itulah terakhir kali aku melihat Ais. Dia masih cantik seperti dulu. Tetapi rambutnya tidak lagi digerai. Tidak juga hitam kemilau lagi. Rambut itu kini nampak keras dan kasar, terikat tak sempurna dengan karet gelang warna merah.

Ais, mestinya dia jadi adik iparku. Aku pernah menulis surat kan kepadamu jika kita telah menikah dan tinggal di Cilegon, Ais akan kita bawa. Kita sekolahkan setinggi-tingginya. Karena gadis kecil itu sangat pintar. Biar beban mama tidak begitu berat. Lagian Nurman cuma bercita-cita ingin tamat SMA dan langsung masuk polisi. Jadi nantinya mama hanya akan mengurus Lila. Balita kecil gendut yang selalu tertawa. Aku waktu itu juga berjanji akan bekerja. Biar nanti, jika kita punya banyak uang, kita bisa bawa mamamu dan Lila, serta ibuku untuk tinggal bersama.

Sayang, ingatkah? Dulu kamu punya ide untuk bangun rumah tingkat 3? Diatas ruang kita dan anak-anak, tengah mama, ibu dan adik-adik, dibawah adalah tempat usaha kita. Kita jual pempek, model, krupuk, pokoknya makanan khas Palembang. Terus juga aku menghayal buka butik (hahaha...) biar Ais bisa belajar bisnis dan aku bisa cari tambahan duit yang manis...

Khayalan yang cantik dan kenangan yang indah. Aku tidak pernah bertemu keluargamu lagi sejak 1999. Konon mereka dibawa salah satu pamanmu pindah ke Riau. Entahlah. Jujur aku merasa bersalah tidak berpamitan dengan mereka. Saat itu aku sedang sibuk final test. Aku sangat ingin punya nilai bagus. Satu-satunya nilai terburuk adalah saat aku di semester 2. Tak ada dari temant-teman kampus yang tahu alasan aku pingsan tiba-tiba saat jam kuliah. Pake dianter ambulans segala ke rumah. Tetapi buat apa aku cerita? Apa aku harus cerita, jika orang yang kucintai tiba-tiba pergi menghadap Yang Kuasa? Apa mereka mau mengerti? Apa mereka mau memahami?

Sayang, setelah kepergianmu mungkin aku tidak sepenuhnya setia. Ada banyak pria dalam perjalanan hidupku. Mereka ada dan hanya sekedar mengisi saja. Sebuah catatan lewat. Tidak ada yang istimewa. Bahkan saat aku menikah pun, aku lebih menganggapnya sebagai sekedar "kecelakaan" saja. Hmm...mungkin saat itu aku lelah untuk berhalusinasi tentangmu. Aku ingin berada dikehidupan nyata. Ada seseorang yang menunjukkan rasa cinta kepadaku. Berjuang dengan penuh semangat. Dia juga nampak sederhana. Meski dikemudian hari aku tahu, bahwa apa yang dilakukannya justru palsu semua. Sudahlah, aku tidak mau mengungkap itu lagi sayang. Hatiku telah patah. Sakit lahir dan bathin. Kamu tahu kan? Kamu melihat itu semua kan dari atas sana?

Setelah pernikahan itu, kamu juga tahu kan aku semakin tidak bisa menemukan cinta. Cinta yang seperti apa sih? Cinta yang sempurna itu hanya darimu saja. Tidak ada tandingannya. Ada seorang pria yang mencintai aku dengan begitu tulusnya, sementara aku ini apa? Aku terlalu penuh kekurangan untuk dicintai. Dan aku hanya melihat kutulusan dari cintamu ini. Ketulusan abadi. Tuhan, andai mereka tahu betapa gantengnya kamu ini. Tidak dari fisik, tetapi juga hati. Kamulah laki-laki sempurna yang tersisa abad ini. Apa aku bisa menemukan yang "seperti" kamu lagi?

Yang mirip dengan kamu pernah. Itu, kakak sepupunya temanku itu. Wah, awalnya senang sekali aku melihatnya. Kami sempat kencan sayang. Dia ngajak aku dan Rudy jalan-jalan. Tetapi suatu hari aku melihat wanita di tempat kostnya. Wanita dengan hanya memakai setengah busana. Alah, dia bajingan juga. Untung aku belum jatuh hati dengannya. Tetapi sampai sekarang kami tetap berteman. Bagaimana pun dia adalah kakak sepupu temanku.

Lalu, aku kembali bertemu sosok ini. Putra. Gara-gara chatting. Lalu blind date. Tuhan, aku baru kaget pas kami ngobrol di KFC. Matanya mirip kamu sekali sayang. Hidungnya, cara bicaranya, hufft!! Sosok Putra persis sosokmu yang kutemui 12 tahun lalu. Sampai lemes aku waktu itu. Antara grogi dan senangya bukan main. Cuma dalam hati aku berkata: Ya, ampun sayang. Kok mukamu pasaran sekali? Sudah 2 orang yang kutemukan mirip denganmu. hihihi....aku sampai sakit perut nih.

Jujur sayang, Putra mengisi hari-hariku yang kering tanpamu. Meski baru sesaat kehadirannya, tetapi seakan aku telah mengenalnya belasan tahun. Mungkinkah karena ada sebagian darimu ada padanya? Ya, kemudian aku melihat ada semakin banyak kesamaan itu. Mulai dari sikap cueknya, egoisnya, tetapi upayanya untuk minta maaf juga ada. Dia seperti kamu sayang. Kadang seenaknya bikin orang marah, ngamuk or nangis. Tetapi kemudian kamu juga akan tiba-tiba hadir dengan segala daya upaya untuk memohon pengampunan.

Kemarin, Putra melakukan itu. Awalnya dia salah menyebutkan namaku. Kata dia bercanda. Tetapi untuk seorang wanita itu kan sensitif sekali. Kita seperti tidak dihargai. Benci banget aku sama dia. Ih, rasanya melihat dia pun tidak mau. Aku sudah mikir-mikir cara bagaimana untuk melupakan dia. Tapi itu ternyata tidak mudah. Awalnya, segala sms dan telpon tidak membuka mata dan telinga. Pokoknya nggak mau balik. Titik!

Eh, tiba-tiba itu anak nungguin berjam-jam di depan kost aku sayang. Sampe kehujanan. Aku masih balik liputan waktu itu. Basah kuyup juga hujan. Nah, dia telpon. Kubilang lagi dijalan. Pas dikantor, cek BB ternyata penuh dengan sms. Termasuk sms dia dan para tetangga dan teman kostku juga. Alah...dia bikin hati ini jadi gimana ya? Duh, terharu juga liat dia terpaksa berteduh di warung tetangga. Hati yang dari kemarin panas untuk sekedar ingat dia, kemudian luntur sudah. Waduh, pulang kerja dia langsung ke kost. Sampe nggak kuliah. Nekad juga nih anak..

Untuk pertama kalinya Putra kuizinkan masuk kost. Wah, padahal dulu itu kost bagiku sakral banget. Tidak ada seorang pria pun boleh masuk kesini, kecuali teman-teman yang datang untuk keperluan penting. Nah dia masuk, cuci kaki, tiduran sambil main dengan anakku. Hmm...sayang, kamu jangan cemburu. Aku benar-benar tersentuh.

Sikap Putra yang mau nunggu berjam-jam itu, seperti dulu kamu nungguin aku pulang kuliah di dekat mesjid menuju ke rumahku. Nunggu setiap hari hanya untuk mendengar kata maaf dari cewek judes, sombong dan sok kecakepan kayak aku. Kamu nggak marah saat kulempari batu, nggak balas saat kucaci maki. Berhari-hari! Dan akhirnya kamu menang. Kamu menaklukan hatiku. Bahkan sampai detik ini. 12 tahun! 12 tahun kamu merajai hatiku. Tiada tanding.

Dan saat melihat Putra melakukan hal yang sama, apakah salah jika kemudian aku mulai menyukai dia? Menyukai dia seutuhnya sebagai seorang Ardiansyah Putra. Bukan Putra yang mukanya kebetulan mirip dengan Fattah, kekasih yang kucintai sampai saat ini meski dia telah terbaring mati.

Putra memang bukan kamu, sayang. Dia mungkin juga tidak akan menampilkan kisah cinta luar biasa seperti yang pernah kita miliki berdua. Engkau dan dia beda. Aku harus melihat dua sisi mata uang dengan hati yang terbuka. Setiap manusia ada kelebihan dan kekuarangannya.

Tapi apa yang kurasakan dengan Putra ini? Aku tidak tahu sayang. Cuma sejak malam itu hatiku jadi tenang. Tidak labil seperti dulu. Aneh, aku merasa benar-benar nyaman. Aku bahkan tidak cemburu melihat ada foto si Tiara, mantannya si Putra masih nangkring di dompetnya dia. Alasan Putra sih, mau dibalikin ke orangnya. Ah, itu terserah dia. Mau dibalikin fotonya, apa sampe Putranya balik ke dia itu adalah urusan dia. Cuma dia yang tahu. Aku tidak ada hak untuk menututnya untuk begini dan begitu. Sudahlah, aku sudah nyaman dia menunjukkan sesuatu yang mengingatkan aku kepadamu.

Sayang, malam itu Putra pulang kemalaman karena Rudy nggak mau berpisah. Wah, rewel juga itu bocah. Mulai lengket dengan Putra dia. Setelah dia pergi aku cuma diam membisu. Sampai ada kabar dari Putra kalau dia sudah sampai ke rumahnya. Alhamdulillah,sehat wal'afiat tuh dia. Setelah itu aku cuma berbaring diam, dan diam saja. Ingat tadi pas ada Putra aku grogi tapi senang luar biasa. Seakan berhasil mengungkap kenangan lama yang sebelumnya terhambat karena amnesia. Wah, aku nostalgia lagi. Aku ingat sayang, aku ingat. Dan air mata ini menetes tiada henti. Bagaikan aliran sungai yang deras untuk mencari tepi.

Sayang, maafkan aku. Mungkin terakhir inilah aku mengenangmu. Aku akan mencoba mengubur semua masa lalu itu. Tapi bukan berarti aku melupakanmu dan tidak lagi mencintaimu. Aku hanya ingin bangkit dan menjalani kehidupan nyata. Kamu tetap ada dihatiku. Sebagai sosok istimewa yang mencintai aku dengan begitu luar biasa. Tetapi dihati ini juga kini ada Putra, sosok yang perlahan-lahan coba aku cinta dengan melepas embel-embel karena 'kamu mirip dia'.

Sayang, kuharap kamu mengerti. 'Semangat Perjalanan Mimpiku' kini adalah Putra. Dia yang kini membuat aku bersemangat untuk lebih maju baik dalam karir dan kehidupan.
Meski jika suatu hari nanti dia pergi, menghianati atau berlari. Aku akan berusaha mengerti. Aku tidak akan merasa bersedih lagi. Aku tetap akan bangkit untuk menjalani kehidupan ini.

Putra datang seperti engkau pernah datang sayang. Dan dalam kehidupan ini tidak ada yang abadi. Aku harus siap jika sesuatu yang kumiliki pasti pergi. Meski itu karena kehendak Tuhan atau kehendak sendiri.

Aku tidak pernah setenang ini. Aku tidak pernah setegar ini. Terima kasih sayang atas 12 tahun yang tak terlupakan. Terima kasih atas segala cinta, kasih, sayang dan ketulusan. Terima kasih Fattah. Selamat jalan....

Selasa, 18 Mei 2010

ABI

Hmm...apa yang akan kutulis saat ini? aku sendiri tidak cukup tahu apakah ini benar atau tidak untuk diceritakan. Apakah ini juga layak untuk jadi kisah inspiratif, atau sekedar cerita yang mungkin bagi sebagian orang kurang edukatif. Tetapi aku pikir, biarlah aku bercerita. Aku cuma ingin berkisah tentang seseorang yang mungkin sangat tidak ingin kukenal dekat sebelumnya. Tetapi dia kemudian ada, dan menjadi bagian pikiranku saat ini. Namanya, Ardiansyah Putra.

Aku kenal dia, secara tidak sengaja. Pas chatting! Waktu itu aku lagi chat. Biasa, kalau lagi kehilangan ide menulis, terkadang aku memang suka mencari teman. Teman bicara, teman berdiskusi. Biasanya aku "mengincar" cewek-cewek. Kami kerap ngobrol soal masalah wanita, cinta dan karir yang kami jalani saat ini. Aku juga berteman dengan sejumlah pria. Mulai dari bapak-bapak, eksekutif muda, hingga pemuda yang belum ada kerja. Bapak-bapak kerap bercerita soal keluarganya. Istrinya yang pandai memasak, anaknya yang mulai suka membantah dan sebagainya. Kalau cowok-cowok, paling yang diobrolin, soal ceweknya dia. Ada yang curhat pengen balik ke ceweknya, lagi naksir temen kantornya, ada juga yang cerita lagi bingung gimana bisa dapetin kerja baru or bagaimana mengembangkan usaha. Ha, senang mengenal banyak orang dengan beragam karakter. Mereka kadang jadi inspirasi tersendiri dalam hidup ini.

Tapi di chat room ini, aku juga kadang ketemu orang gila. Cowok-cowok aneh yang punya fantasi seksual parah. Yang beginian, biasanya langsung kublokir. Tapi biasanya kalau aku lagi kumat isengnya, mereka kukerjai juga. Gampang, bilang aja kita juga cowok! "Sorry bro, gw sebenernya cowok juga nih. Emang loe mau ngadu pedang sama gw??" ....Hahaaha...biasanya mereka langsung minta maaf. kalau nggak langsung kabur sampai lupa say goodbye, apalagi wassalam. Selanjutnya, aman.

Kategori selanjutnya yang males aku ajak chat adalah ...berondong! Aiiih, yang beginian pasti langsung aku spam abis deh. Kategori teman diskusi seru itu biasanya diatas umur 25 tahun. (Ini berdasarkan pengalaman aku, lho!) Kalau yang dibawah itu, biasanya masih belum berat dipikiran. Kerjaannya masih godain cewek-cewek di chat room, demi just for fun. Tapi sebenarnya kalau urusan pikiran, ini juga tidak menyangkut usia. Karena kadang ada juga di chat room ini ketemu bapak-bapak tua yang genit nggak ketulungan, yang lupa kalau bentar lagi mau masuk kubur.

Intinya begitu, kalau ada berondong. Spam! Apalagi kalau mereka mulai menyapa dengan gaya kecentilan begini: "hai...lagi apa nee, chayank liat picnya dunk!!" Aiih, najis. Bikin ilfil aja! Hahaha...maklum, mereka nggak tau kali ya kalau yang diajak chatting ini ibu-ibu beranak satu. Tapi kadang juga ada yang udah tau kita adalah wanita "matang", tetap lanjut aja menyerang. "Tante, saya siap kok menemani tante kapan aja. Pelayanan ekstra!" wuueeeekksss!!! Dikira tante-tante girang kita kali yaa?? Amit-amit dah mau ngeluarin duit demi anak-anak stres kayak beginian. Banyak cowok-cowok matang dan mapan yang ada disekeliling kita. Bersama mereka kita bisa mendapatkan kemewahan sempurna. Ngapain repot ngemanjain anak muda yang dipikirannya cuma urusan seks dan duit aja? Mending juga ganteng banget kayak Nicholas Saputra. hahaha...berondong, No! Jadi teman pun malas ah...

Tapi, kayaknya aku kena batunya juga. Waktu itu, aku lupa spam anak muda ini. Keasyikan ngobrol dengan teman chat yang cerita soal rencana pertunangannya. Tulalitnya aku malah balas sapa'an dia. Wah, dari nick name-nya aja gaul banget dan agak konyol dikit. ABG ini...bathinku. Apalagi liat pic-nya. Aduuuh....kayak seumuran adik sepupuku. hihi...Tapi kayaknya anak muda ini asyik juga. Pas ngobrol mengalir gitu, jadi aku merasa tidak perlu cuekin dia. Lagian juga aku pernah punya teman chat yang masih muda dan baik banget, yang biasa panggil aku...kakak...kakak..(hahahha). Apa salahnya ngobrol dengan anak muda ini?

Maka, sambil ngerumpi sama temen-temen yang lain, terus lanjutlah juga "berbincang"
dengan anak muda yang mengaku bernama Putra ini. Ya, meski bukan Nicholas Saputra. Ada ujung-ujungnya "Putra" aja bolehlah..hehe. Mulai dari bicara-bicara yang standar, mulai dari kerja dimana, asal daerah, dsb. Oh, ternyata dia seorang chef di salah satu resto. Okelah, dia punya pekerjaan. Minimal orang yang telah bekerja, dia pasti punya kemapaman berpikir. Meski itu juga tidak jadi jaminan. Aku juga punya teman chef yang bekerja di salah satu hotel di Dubai. Namanya Bhisnu Sapkota. Bhisnu sangat sopan kalau chat, dia kerap bercerita soal pekerjaan dia. Soal perjuangannya mengumpulkan uang di Dubai, demi menghidupi keluarganya di India. Dia teman yang baik. Nah, kalau aku mau berteman dengan chef international? mengapa aku tidak mau membuka hati untuk chef lokal? so, lanjutlah ngobrolnya...

Lagi seru-seru ngobrol, eh, nih anak mulai tebar pesona. Alah...kumat nih penyakit berondongnya. Ternyata aku salah juga, aku dari tadi tidak cerita siapa aku sesungguhnya. Usiaku,statusku...belum. Malah soal pekerjaan aku tidak jujur. Aku bilang sama dia kalau aku kerja di perusahaan percetakan. Sebagi staf administrasi biasa..Hahaha...perusahaan percetakan adalah relasi perusahaan di tempat aku bekerja. Jadi minimal kalau mau ngomongin tentang percetakan, nggak kelihatan banget bohongnya. Eits, tiba-tiba dia mau mandi katanya! It's OK anak muda, ini ibu-ibu juga lagi sibuk ngerumpi pula. Tapi aku janji sama dia, akan memberitahukan siapa aku sebenarnya. Dia kasih aku nomor hand phone, ku save aja. Dan dia pun minta nope aku juga. Walah untuk apa? Ok boy, nanti kamu aku kasih tahu tentang sesuatu. Eh, dengan gaya manjanya dia, dia bilang tidak mau. Dia bilang pengen dikasih tau saat itu juga. Oh, No! Mandi dululah nak...

Aku nggak tahu berapa lama dia mandi. Sebab aku lagi seru-serunya ngobrolin bisnis dengan teman lamaku yang tiba-tiba nongol juga pengen chatting. Eh, tiba-tiba pula si Putra nongol lagi. Berondong, berondong, mulai genit dia. Sebab itu aku mulai menceritakan siapa aku sebenarnya. Terutama cerita tentang anakku. Asal dia tahu, dia baru saja chat dengan ibu-ibu. Awalnya dia kayaknya shock juga. Selanjutnya percakapan kami datar-datar saja seperti biasa. Aku mulai membaca anak ini. Aku yakin dia sebenarnya anak yang baik, tetapi ada sesuatu tentang dia. Hmm...bad boy juga kayaknya. Tapi mungkin dia lagi punya masalah. Sudahlah, lagi pula kita hanya teman curhat di chat room saja. Saat dia kembali minta nope aku, aku tiba-tiba kok janji akan sms ke dia nanti malam. Hanya gara-gara dia jujur mengungkapkan nama lengkapnya. Ardiansyah Putra. Alah, janji tinggal janji. Kita lihat aja nanti yaa...hehe

Malamnya, aku sibuk sms-an sama temen-temen. Telpon-telponan, BBM-an, hehe...eksis! Saat lagi telpon-telponan dengan temanku Adi yang abis kena musibah kecelakaan karena motornya tabrakan, tiba-tiba hpku low bat. Waduh, bentar ya Di...bentar, kita charge dulu ini BB. Udah colokin charger, aku mulai mencari nomor Adi untuk telpon balik. Kasihan itu cowok, ganteng-ganteng patah kaki. Shock dia, takut bakalan nggak bisa jadi play boy lagi. hahaha..Adi..Adi...tapi eh, aku malah juga melihat nope lain yang tadi siang ku-save. Ardiansyah Putra. Tepat dibawah nama Adi. Walah, aku kan sudah janji sms..udah deh, aku sms aja. wah, kok ga masuk2?? Nomor palsu ya?? wah, sialan juga tuh anak. Bodo ah! Bukan Nicholas Saputra ini. Lalu, aku kembali ngerumpi dengan Adi. Memberi semangat kepada sahabatku ini yang sedang berduka hati.

Eh, pas udah kelar ngerumpi dengan Adi. Tiba-tiba ada sms masuk: dari Putra! Dia bilang, hapenya low bat. Lagi di charge juga. Jadi dia baru tahu ada sms. ooh, gitu tho dek?! Dan entah bagaimana ceritanya. Ketika selanjutnya kami mulai rajin chat. Aku ingat, kenalan dengan Putra hari Rabu. Karena waktu itu si Putra ini sedang off kerja. Libur dia, pantas chat dari pagi. Lalu kami chat lagi malam itu. teruuus...tiba-tiba siangnya dia ngajak ketemuan. Kalau dia pulang kerja cepat, dia bilang pengen ketemu. Walah, kubilang hujan. Dia bilang penasaran. Hmm...aku juga lagi tidak ada kegiatan. Abis mandi, masak, makan, nonton tv...bete banget ah! Mana anakku merengek pengen jalan-jalan. Nah, ini kebetulan ada orang yang nawarin jalan-jalan. Why not?

Tapi sebenarnya bukan Putra aja yang ngajak jalan. Dari pagi ada cowok yang ngarep banget pengen ngedate sama aku. Dia dulu teman lama aku. Awalnya kami berteman baik, tetapi makin kesini aku kurang suka dia. Ke-pede-an! Yakin banget kayaknya kalau aku juga suka sama dia. Wueks!! Mentang-mentang status aku janda dan dia bujangan..alah! Lagian pusing aku dengerin kesombongan dia. Katanya udah punya ini, punya itu, dikejar banyak gadis-gadis...tapi koq, belum laku juga ya?? hmm...lama-lama aku bosan dan kurang menanggapi dia. Cuek ah!

Tapi ketika dihadapkan untuk blind date dengan berondong yang belum jelas, kayaknya aku bingung juga. Nah, ini cowok udah matang dan mapan. Temanku pula. Jalan sama dia, pasti mobilnya udah siap saji. Aku bisa bawa anakku ikut serta. Aku pernah jalan sama dia, wah, dia memang cowok yang pinter bikin cewek terperangah. Dia tahu tempat kencan elegan, yang memperlihatkan kemapanan ekonominya. Sementara si Putra ini? waduh, dia sempat ragu untuk melibatkan anakku dalam pertemuan itu. Uh, sempat ilfil aku! Dia ga suka anak kecil? Wah, bukan pria yang baik kayaknya...hmm..

Tapi tiba-tiba, si teman lamaku itu sms: "cinta, nggak usah munafik sama aku. aku tahu kalau kamu juga cinta sama aku. aku terima kamu apa adanya kok. Kamu beruntung lho dapetin aku, banyak gadis-gadis...."wueeekss!! Dan ketika si Putra bilang, ok, kita bawa anakmu..aku langsung bilang ok! Mending jalan-jalan ngilangin stres sama berondong begini ah, daripada sama cowok dewasa yang tidak ada otaknya. Payah!!

Dan aku, yang abis ngulek sambal ijo itu, mendadak ganti baju bersama anakku. Kami janjian di depan Giant. Tidak ada persiapan. Bodo amat! Daripada aku ketemu sama cowok aneh yang sok kepedean, mending aku cari tahu siapa sih berondong yang mau ketemu aku?? Si Putra sms, dia bilang bawa motor biru dan pake helm hitam. Walah, ciri beginian banyak. Tukang ojek yang lewat-lewat di depan kami udah berapa kali berciri-ciri sama. Motor biru, helm hitam, tapi agresif banget nawarin tumpangan. "Ngojek neng? Abang anterin. Murah neng!" walah...mana yang namanya Putra? Jangan-jangan dia tukang ojek juga...

Eits, ada cowok bermotor lewat. Stop, buka helm. Suasana halte depan Giant agak remang-remang. Maklum, abis hujan. Aku diam. Ragu juga. Takutnya tukang ojek lagi. Walah! Aku coba pura-pura nelpon dia, aiih, tuh cowok bawa motor itu tiba-tiba angkat hapenya. Nah itu dia! Tapi...yah, dia jauh lebih muda dari yang kuduga. Hampir mati ketawa aku melihatnya. Tuhan, aku tolak kencan pria dewasa demi ini bocah? hahahaha...kayaknya aku udah mulai gila. Tetapi demi menghormati dia, aku menemuinya.

"Putra?" tanyaku padanya, sambil menahan tawa. Walah, tau dia kaget, tau salah tingkah. Tau mau pingsan kali ketemu ibu-ibu yang sedang bawa anaknya. Ujung-ujungnya dia ngajak naik motornya buru-buru. Dan anakku, si Rudy, nebeng di depannya. Rudy suka sekali naik motor. Dia biasa dibawa teman-temanku jalan-jalan. Dia pun cepat akrab sama orang. Dan akhirnya kami jalan-jalan dengan si Putra ini. Kuakui, dia ganteng juga. Lebih ganteng dari fotonya. Dia pake jaket yang sangat aku suka modelnya, sedikit buat dia lebih dewasa. Dan ampuuun...dia wangi sekali! Ntah abis berapa botol ini anak mandi minyak wangi. Jangan-jangan juga dia tadi mandi bunga 7 rupa...hahaha

Dan mulailah kencan aneh kami bertiga. Mau kemana katanya? Dia tidak tahu lingkunganku. Dan aku pun warga baru yang tinggal disitu. Kurang tahu tempat mana yang seru untuk ngobrol. Maka dia kuminta ke GOR, tempat aku dan Rudy suka jalan-jalan. Disana ada pasar kaget, dan agak ramai kalau malam. Tapi, sepanjang jalan kami menemukan "cobaan". Dari liat bencong mangkal, PSK, sampe ketemu gigolo lagi nunggu transaksi di halte yang kebetulan kami singgahi. Parah, kata Putra. Dia minta kami buru-buru pergi cari tempat lain. Mending jalan-jalan aja, kata dia. Hahaha...aku tahu tempat kencan istimewa. Seru. Tapi aku nggak yakin ini anak kuat dompetnya untuk ngajak aku dan anakku berkunjung kesana. Dan aku bukan tipe perempuan yang mau keluarin duit demi laki-laki. Nehi! Lagian aku juga cekak bulan ini. Kalau dia mau jalan-jalan, ya, kita jalan-jalanlah. Sejauh apa dia bisa, dan semampu mana dia bisa menyenangkan kita. Tetapi tadi di halte dia romantis juga. Buka jaket, terus ngeluarin dua batang coklat. Buat anakku! So sweet...ternyata dia peduli dengan anakku juga.

Dan kami pun jalan begitu jauh. Jauuuh....udah, stop. Balik kanan aja kata dia. Ketika balik arah, kami pun punya ide untuk masuk lingkup salah satu perumahan elit di wilayahku. Eh, ternyata ramai disitu. Banyak orang yang jalan-jalan or nongkrong juga. Maka, kami pun duduk di pinggir jalan. Ngerumpi. Seru juga. Inilah kencan ala rakyat jelata...hahahah, tapi sumpah, aku suka. Dan ketika lagi asyik-asyiknya bercerita, tiba-tiba Rudy kecilku ngadu pengen "eek". Walah...ada-ada aja! Dan mampirlah kami akhirnya ke KFC. Di KFC, ternyata Rudy tidak buang air besar kok. Tuh anak bilang, cuma sakit perut aja. Ah, anakku sayang.

Malam itu kami habiskan dengan nonton si Rudy main di arena bermain anak KFC. Kami ngobrol. Ya, biasa aja. Soal pekerjaan, kegiatan keseharian, keluarga dan kisah hidup kami masing-masing. Aku juga terpaksa cerita soal masa lalu pernikahanku. Saat aku cerita, aku lihat dia diam. Pandangannya entah kemana. Seperti ada sesuatu yang dia simpan. Aku pukul tangannya pake batang coklat. Aku tak suka dia ngelamun. Kemudian dia cerita soal keluarganya. Hmm...ada mirip-miriplah dengan kisah yang kualami. Dia ingat keluarganya? Mungkin, dia merindukan keluarga yang sebenar-benarnya? Dia punya keluarga lengkap, tapi karena sesuatu, dia harus kehilangan itu. Sebab dalam kenyataan, dia hanya mendampingi sang ibu. Aku tangkap satu hal. Anak ini mungkin tidak terlalu bahagia dengan kisah hidupnya. Dia lain saat waktu chatting. Waktu chatting, dia terkesan have fun. Sok asyik, dan sok yakin. Anak muda yang super percaya diri banget. Tetapi waktu kami bertemu itu, aku melihat ada kesedihan disitu. Dia juga sebenarnya tampak dewasa, (atau berusaha terlihat dewasa?). Entahlah. Aku merupakan manusia yang kenyang dengan masalah. Kesedihan adalah kartu mati yang tersisa, yang terpaksa kutukar dengan tawa. Yang mungkin bagi sebagian orang tampak terlalu aneh terasa. Dan kini, dihadapanku, aku menemukan teman yang juga menampilkan kesedihan yang kurang lebih sama. Cuma mungkin berbeda kadarnya.

Tapi ada satu lagi yang membuat aku kaget dari cowok ini. Oh, ternyata dia masih kuliah juga. Pulang dari kerja, dia kuliah. Luar biasa. Aku suka laki-laki yang bersemangat menggapai masa depannya. Ada pikiran untuk maju. Itu nilai plus untuk aku. Dia cukup mengesankan.

Kencan malam itu, aku tutup dengan menertawakan dia sepuasnya. Aku masih sakit perut melihat tampangnya yang masih terlalu muda. Aku juga bilang sama dia, dia adalah Chef terganteng yang pernah kulihat. hahaha..Aku jadi ingat mimpiku semalam yang berenang di kolam renang di sebuah pemukiman rumah yang indah. Inikah arti mimpi itu? Sungguh, aku happy malam itu. Dia nganterin aku dan anakku sampai depan rumah. Anakku cium tangan dia, dan pas dia mau pulang, aku ajak dia bersalaman. Inilah kali pertama kami bersalaman. Dari tadi kami menjaga jarak. Bahkan dimotor pun aku ogah peluk pinggangnya.

Tapi, aku suka anak muda ini. Dia juga terbuka. Tadi dia berani bilang aku gendut! hei, tidak ada pria yang pernah ngedate sama aku nekad bilang begitu? Wah, bisa kutimpuki batu. Tapi dia? Dia sampaikan dengan lugu dan apa adanya. Aku tidak marah. Malah aku tertawa. Dan anehnya aku mulai terpikir untuk kembali jadi langsing! Waduh, dia mulai membawa pengaruh juga rupanya. Tadi pas diatas motor dalam perjalanan pulang, si anak muda ini tidak diam lagi. Dia lebih berani bercerita banyak hal. Meski aku agak sulit juga mendengarnya, karena posisi kami lagi diatas motor yang melaju dijalan raya. Tapi sudah terasa kalau kami mulai akrab.

Aku tidak berpikir lagi, bahwa dia akan sms atau telpon. Wah, tuh anak tidak pernah nelpon. Parah juga dia. Belum pernah dalam sejarah hidupku mau ngedate sama cowok yang hanya kukenal lewat chatting, tanpa web cam, hanya foto ga jelas dan sms yang singkat plus gaul abis. Aku dulu pikir anak ini pelit, egois, tidak mau ngabisin duit untuk nelpon. Lagi-lagi, sempat ilfil juga. Tapi lama-lama aku maklum juga. Mungkin dia memang tidak punya cukup uang untuk nelpon? Toh, dia juga ngaku lagi krisis keuangan. Malah sebelumnya dia minta kencan bulan depan pas gajian. Tetapi tiba-tiba saja keinginan itu berubah drastis. Dia ngebet pengen ketemuan hari kamis, satu hari setelah chatting. Karena kebetulan hari itu tanggal merah. Jadi pulang kerja yang seharusnya dia kuliah, jadi nggak karena libur.

Tetapi setelah kencan malam itu, sekitar kira-kira 1,5 jam kemudian, Putra sms. Dia bilang sudah sampai, berterima kasih atas pertemuan singkat kami. Dan berharap someday jalan-jalan lagi..hahahah. ok, deh. Minimal aku jadi ada teman baru yang menyenangkan sekarang untuk jalan-jalan.

Selanjutnya hubungan kami terjaga melalui sms yang jumlahnya dikit. (Aneh, dia masih tetap pelit sms) dan chatting di tengah malam. Kami semakin saling mengenal. Aku mulai menyukai kondisi ini. Wah, aku merasa kurang beres dalam pikiran ini. Why? Kenapa aku mulai menyukai anak ini? Meski aku shock berat pas baca info tahun kelahirannya di facebook. 1987! Tuhan, kami terpaut 9 tahun!!! Hampir satu dasawarsa. Aku juga lihat foto kakak perempuannya dia yang terpisah jauh darinya. Waduh, masih belia banget. Cantik pula itu kakaknya! Walah...tiba-tiba aku seakan terserang gangguan jiwa. Wah, kok aku suka orang yang usianya jauh lebih muda?? terlalu muda malah. hayyaaa....

Tapi Putra tetap seperti sedia kala. Masalah umur, dia bilang: I don't care! Hmm...apa ini namanya ya? Dari hari ke hari kami semakin rapat. Meski sama-sama sibuk, tapi upaya untuk tetap menjaga hubungan itu ada. Meski kadang kami berantem juga. Biasa, aku marah kalau dia kurang rajin sms. Sementara dia bilang, pekerjaannya itu kadang tidak membuatnya cukup punya waktu untuk pegang hp. Apalagi pas balik kerja dia langsung kuliah. Capeknya luar biasa. Pulang kuliah dia chatting sama aku sampe larut. Dia menemani aku yang kerap kena insomnia ini. Waduh, jadi nambah beban dia nih...

Chatting dengan Putra, membuat kami jadi membahas banyak hal. Termasuk mengupas lebih dalam soal hubungan kami. Pasti ada emosi disini. Cara pandang ibu-ibu anak satu dengan anak muda seusia dia tentu beda. Meski dia mencoba untuk mendewasakan diri, atau aku mencoba balik ke masa lalu berupaya memaklumi anak seusia dia. Halah, susah. Tidak mudah! Nanti dia yang bete, atau aku yang ngamuk. Susah, susah...

Tapi ada dari Putra yang membuat aku respect kepadanya. Dia menunjukkan kepedulian terhadap anakku. Bahkan dia mengaku lebih sayang sama Rudy ketimbang aku! Wah, bikin cemburu aja..Dan suatu malam, ketika kami akan say good bye dari chat room, dia minta aku memanggilnya dengan sebutan lain. "You can call me Abi.." kata dia. Hmm...mau ketawa sih, tapi aku suka gayanya ini. Sejak itu aku memanggilanya Abi. Tetapi dia tidak panggil aku Umi. Dia panggil aku dengan sebutan kamu, honey, sayang atau mamahnya Rudy. Hahaha...i love to hear that!

Aku semakin menyukai Putra. Rasa suka yang berbeda tentunya. Aku pernah curhat begini sama teman-temanku, dan mereka menjuluki hubungan kami seperti Yuni Shara dan Raffi Ahmad! Alah...tidak sedikit teman yang takut, kalau Putra hanya ingin bersenang-senang atau memanfaatkan aku. Sebab itu aku jauh-jauh bilang sama Putra, kalau dia mau have fun, cari cewek ABG aja. Kalau dia mau memanfaatkan aku dalam sisi keuangan, dia pun salah besar. Oh, No! Terang-terangan aku jelaskan kepada dia kalau aku janda sekarat. Janda melarat yang yatim piatu, punya tanggungan anak umur 4 tahun pula! Jadi berpikirlah dia kalau memang ingin melanjutkan hubungan yang nampak kurang wajar ini.

Tapi sejauh ini, Putra tetap memperlihatkan semangatnya. Entah itu sampai kapan tetap menyala. Mungkin sampai dia bosan, jenuh atau apa. Aku juga tidak berharap banyak dalam hubungan ini. Satu hal yang sulit dimengerti orang lain untuk kehidupan seorang janda. Trauma. Tidak mudah untuk berpikir mencari suami baru. Tidak gampang itu. Rasa sakit hati, sedih dan ketakutan itu masih ada. Ada beberapa pria datang yang menawarkan untuk membangun rumah tangga, aku tolak mentah-mentah. Tidak semudah itu membangun chemistry. Aku ingin hubungan perkenalan yang cukup lama prosesnya. Tidak buru-buru. Aku ingin mengubur masa laluku dengan pelan dan teratur. Aku ingin menjalani proses rehabilitasi hidup yang sempurna. Aku tidak cukup kuat berhadapan dengan pria yang baru kenal sebulan, langsung melamar secepatnya. Wah...bisa semaput aku!

Dengan Putra, aku berpikir bahwa ada banyak kemungkinan untuk belum ke urusan serius. Alah, boro-boro serius. Pikirannya aja belum jelas mau kemana? Meneketehe kalau dia ternyata cuma pengen cari pengalaman dengan janda? Wah, kalau dia berani main-main sama gw, lihat aja ya..........
Sebab itu, aku menikmati hubungan ini. Seperti kembali ke masa lalu. Aku tiba-tiba jadi lebih bersemangat melakukan sesuatu. Ide-ide dikepalaku mulai berputar tak menentu. Mulai deh, aku berpikir untuk melakukan sesuatu demi masa depanku. Mulai berani menyusun rencana untuk karir, bisnis dan masa depan anak. Padahal sebelumnya aku tidak begitu. Hidupku monoton kayak batu. Lurus aja begitu, tak bergerak. Aku hampir tenggelam dalam kelebihan berat badan, keputusasaan, trauma dan kesedihan yang memberatkan.

Dengan Putra, perlahan aku bangkit. Aku mulai berupaya menurunkan berat badan. Mulai menulis lagi. Mulai berinteraksi sosial. Mulai membuka diri. Dan itu, kuakui karena seseorang yang kupanggil Abi ini. Meski hubungan kami ini masih seumur jagung. Belum ketahuan ujungnya. Dan aku juga pesimis sekali jika happy ending. Sangat tidak mungkin. hahaha....Tapi aku menghargai kehadirannya ini. Allah kirim malaikat untuk membuat hidupku lebih berwarna. Meski malaikat itu tampak masih terlalu muda untuk aku, serta tampak sedikit badung. Tapi aku yakin, Allah punya rencana tersendiri buat kami.

Dan Putra, saat kutanya mengapa dia suka aku? Dia cuma jawab, karena dia merasa nyaman bersamaku. Hmm...kami pernah diskusi soal kategori nyaman ini. Sudahlah, terlalu pribadi untuk dibahas. hehe..

Someday, jika kami ditakdirkan memang untuk berpisah selamanya. Aku tetap akan mengenang anak muda ini. Seseorang yang tanpa dia sadari, telah membuat jiwa seseorang bangkit. Aku berterima kasih padanya, untuk kenangan aneh meski indah. Sebagai suatu bagian dari perjalanan hidup. Meski kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, dan karena memang jarak rumah kami begitu jauh. Tapi aku maklum itu.

Dia pernah minta aku meluangkan waktu saat di libur hari Rabu. Wah, mana mungkin. Aku kerja dari Senin hingga Jumat. Masa aku tiba-tiba hilang hari Rabu. Kenapa tidak hari minggu aja sih? protes aku. Tapi dia bilang sesuatu yang membuat aku sedih.

"Aku cuma kerja di restoran sayang, mana ada libur hari minggu. Aku bukan orang office. Aku orang dapur..."

Andai dia tahu pikiranku:
Abi, apa pun adanya dirimu. Aku tidak melihat itu sebagai sesuatu yang menurunkan derajatmu dimataku. Kamu tetap istimewa dihatiku. Si berandal kecil yang nekad kerja sambil kuliah. Sesuatu yang juga membuat aku berpikir untuk lebih maju. Melupakan masa lalu dan menata kembali kehidupanku.

Jadi, apa yang harus kita pertanyakan lagi soal hubungan itu? Ini hanya soal waktu. Tidak perlu berpikir yang muluk or yang berat-berat itu. Sudahlah, itu malah jadi terasa lucu. Kita sudah saling support untuk maju saat ini. Jadi coba pertahankan itu. Masalah jodoh, or kamu hanya ingin have fun or manfaatin aku kek, itu urusan kamu. Yang tahu cuma kamu. Tanggung jawab pribadimu. Dan aku tidak akan peduli lagi urusan itu.

Abi-ku selalu bilang, turuti kata hati. Dan kamu tahu kata hatiku saat ini?

"Aku cinta kau saat ini. Entah esok nanti. Entah lusa nanti. Entah..." (to: my lovely Putra/Widya Burlian Al-Kalabi)

Senin, 10 Mei 2010

Anak Hilang

Kali ini, inspirasi cerita saya berasal dari almarhumah ibu saya. Waktu saya kecil, ibu yang biasa kadang saya panggil "emak" (kalau lagi baik) dan "mami" (kalau lagi sebel) ini memang kerap menceritakan beragam kisah masa lalunya. Salah satu kisah yang sangat menyentuh dan sering saya ingat sampai sekarang adalah cerita 2 anak hilang. Mengapa dua? Karena memang ada dua orang anak yang tidak jelas asal usulnya, tetapi sangat dikenal ibu saya dan tidak pernah dilupakannya sampai akhir hayatnya. Mereka adalah:

1. Man Benjol

Waktu aku naik kelas 4 SD, sekitar tahun 1988 aku dibawa ibu mudik ke kampungnya. Di daerah Simpang Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Entah apa yang ada dikepala ibu saat itu, tiba-tiba beliau nekad mengajak aku untuk menjalani petualangan seru menuju kampungnya. Mungkin beliau rindu dengan keluarganya.

Dari Palembang, dengan koper besar kami naik kereta api. Ayah hanya mengantar sampai stasiun. Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. Tibalah kami ke rumah adik ibu, Abuk (Paman) Zainal Abidin di asrama polisi Baturaja. Kami datang disambut, Bu Gus (istri abuk) yang baru habis sholat zuhur. Ibu Gus mencium aku dengan gemas, dan akhirnya kami pun dapat beristirahat. Disini kami menginap beberapa hari. Aku bertemu saudara sepupuku, ayuk Irma, kak Hero dan Kak Rahmat. Senangnya. Dengan ayuk Irma aku dibawa jalan-jalan jajan tekwan, kue dan lain-lain. Dengan kak Hero aku dibelikan banyak permen, dan kak Rahmat mengajari aku main pianika.

Setelah tinggal menyenangkan di rumah paman di Baturaja itu, kami kemudian naik angkutan lagi menuju kampung ibu yang sebenarnya. Tetapi eit, kami tidak buru-buru sampai di rumah Jong (kakek). Tetapi kami mampir dulu ke rumah paman yang satu lagi, yakni adik bungsu Ibu yang sekandung, mamang Ham di Selabung. Wah, disini aku akhirnya bertemu bibi kami yang lincah bernama Bik Upik, adik sepupuku Ginanjar yang masih balita dan adik sepupu yang masih bayi bernama Franky.

Menginap di rumah Mang Ham hanya semalam, karena kemudian kami langsung menuju rumah kakek yang tidak begitu jauh. Tinggal di rumah kakek, aku bertemu banyak sepupu kecil yang lain. Ada Fatma, ada Rizal, dsb. Ada juga adik-adik tiri ibu yang juga masih kecil-kecil, seperti bik Tini, mang Nas dan mang Budi. Bersama para sepupu dan paman bibi ini, kami selalu bermain. Kadang kami main ke sungai Taro, yang berada di dekat hutan dengan di kawal paman yang agak besar, mang Ujer. Saat itu aku suka sekali kampung ibuku. Suasana yang asri dan kekerabatannya pun semakin mengental.

Kami sering jalan-jalan di sepanjang kampung, menikmati suasana yang begitu menyenangkan itu. Tetapi kadang kami juga agak takut dan tiba-tiba berlari menjauh, jika kami melihat sosok ini: Man Benjol.

Man Benjol merupakan sosok laki-laki tua yang nampak sekali mengalami keterbelakangan mental. Badannya bungkuk, kepalanya botak. Dia memakai baju lusuh dan berjalan disepanjang kampung tanpa menegur siapa pun. Berjalan begitu cepat, dan kadang mengeluarkan gumaman yang lumayan keras. Seakan dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Dan jika dia lewat, warga kampung disana juga tidak memperdulikannya. Tetapi bagi aku yang baru menginjakkan kaki disana, sosok itu menjadi nampak begitu "luar biasa". Meskipun aku sedih melihat kondisinya, tetapi aku tidak berani mendekat. Takut. Begitu takutnya aku sampai aku menjauh, dan jika aku sudah ketakutan begitu, para sepupu dan adik-adik ibu yang kecil-kecil itu pun ikut-ikutan latah menjauh.

Saat kami akan kembali ke Palembang, tiba saatnya kami berpamitan dengan seluruh keluarga. Namanya juga di desa, maka hampir semua warga kampung adalah saudara semua. Sepanjang jalan tanganku capek dan hidungku lecet menciumi tangan banyak orang. Hikmahnya, kantung jadi tebal karena ada-ada saja keluarga jauh ini yang menyisipkan lembaran uang kertas buat jajan. lumayan.

Tetapi ketika sibuk salam-salaman ini, tiba-tiba lewat sosok "luar biasa" itu lagi. Man Benjol! Karena sudah mau pulang, maka aku "puas-puasin" melihat sosok itu lagi. Ya, minimal aku bisa melihat dan mendoakan orang itu. Meski aku tetap tidak bisa menghapus rasa takut. Dan untuk yang terakhir ini, aku ingin menunjukkan kepada ibu tentang sosok yang menyedihkan itu karena...

"Man! Man Benjol!"

Aku terpana. Tiba-tiba ibuku begitu bersemangat mengejar Man Benjol yang nampak berjalan begitu cepat dan semakin menjauh itu.

"Man, apa kabar? Man ingat dengan Mai? Ini Mai, Mai sekarang di Palembang. Man sehat? Ya Allah Man, kamu sudah semakin tua sekarang. Ini ada uang dari Mai buat Man. Terima kasih dulu sering nolong Mai ya Man..." kata ibuku.

Aku melihat ibuku membuka tas hitamnya. Mengeluarkan uang kertas dan menggumpalkannya digenggaman tangan Man Benjol. Si Man Benjol mengangguk-angguk, seperti orang yang agak kurang sadar. Sambil terus berjalan, dia memandangi lembarang uang kertas dari ibuku tersebut. Sementara ibuku, terus memandanginya dengan tersenyum yang sangat ikhlas. Lho, ada hubungan apa ibuku dengan laki-laki paruh baya yang agak kurang waras itu?

Di kemudian hari aku tahu, bahwa ibu ternyata punya kenangan baik dengan sosok Man Benjol. Ibu bercerita, waktu dia kecil, tiba-tiba ditemukan anak laki-laki kecil tersesat dikampungnya. Tidak ada yang tahu asal muasal anak itu dengan jelas. Dan malangnya, anak tersebut pun tidak bisa bicara dengan jelas pula. Dia hanya anak hilang. Ada yang bilang, dia terbawa sebuah truk dari luar kota. Orang melihat anak itu pucat kumal. Sulit bicara dan nampak putus asa. Bertahun-tahun kemudian, orang mengenalnya sebagai Man Benjol. Warga kampung yang hidup atas belas kasihan warga lain. Entah siapa yang memberikan nama tersebut. Mungkin karena dia pernah menyebutkan kata "Man" dan orang melihat jidatnya yang jenong itu, hingga menambahkan kata-kata "benjol".

Menurut ibu, kisah hidup Man selanjutnya juga tidak dapat dikatakan indah. Sejak ditemukan sebagai anak hilang, dia selamanya tetap "hilang". Man selalu ada dikehidupan warga kampung itu, tetapi kehadirannya tidak begitu terasa. Dia seperti mahluk yang berkeliaran disepanjang jalan. Lepas. Bebas. Tanpa ada yang peduli siapa dia sebenarnya. Man Benjol tidak punya saudara disana, apalagi rumah. Dia tidur dibawah rumah orang, di pinggir jalan, di tempat-tempat yang tak layak dihuni manusia. Man makan dari orang-orang yang membutuhkan tenaganya. Man Benjol mungkin tidak bisa diajak bicara, berhitung, apalagi membaca. Tetapi tenaganya kuat bagai kuda. Dia sanggup memanggul air dari sungai ke rumah-rumah warga. Man kuat memikul kayu, hasil tani dan sebagainya. Dan untuk itu, orang hanya memberinya makanan, pakaian, atau sedikit uang.

Dan orang yang sering menggunakan jasa Man Benjol itu termasuk ibuku. Ibu waktu itu adalah anak sulung dari 5 bersaudara. Ibunya meninggal saat dia kecil, dan bersama sang ayah dia terpaksa harus memelihara adik-adik kecilnya. Bukan suatu yang mudah bagi seorang gadis muda belia. Apalagi dikemudian hari sang ayah kerap menikah karena alasan berpisah, atau sang istri baru itu meninggal pula. Ibu pun mendapat tambahan adik-adik tiri.

Ibuku sering meminta jasa Man Benjol untuk mengangkut air. Dan untuk ibu, Man selalu siap memanggul air. Sebab ibu pasti akan memberikannya makan. Kata ibu, Man sangat semangat makan. Karena ibu tidak pelit dalam urusan membagi jatah makan, maka Man selalu rajin ke rumah kakek untuk minta disuruh ibu. Setelah selesai bekerja, Man akan duduk bersila di dapur menantikan sajian makanan lengkap dari ibuku. Kalau ada keluarga lain juga, maka mereka ikut makan bersama Man Benjol itu. Tidak ada perbedaan. Man dianggap bagian dari keluarga. Meski Man tidak pernah mau diminta tinggal di rumah. Man lebih suka tidur dijalan sambil memandangi langit. Man sejuk dalam kesendiriannya. Mungkin dia merasa melihat wajah orangtua dan keluarganya di atas sana.

Selanjutnya ibuku menikah dengan seorang tentara (ayahku) dan pindah ke kota Palembang. Setelah ibu pindah, Man konon tetap sering membantu keluarga kakek untuk membantu-bantu pekerjaan. Dan juga membantu warga kampung lainnya. Dan ketika bertahun-tahun kemudian ibu juga mendengar kabar, bahwa Man Benjol meninggal dunia. Dia sakit dan sudah terlalu tua.

"Sudah meninggal Man..." aku ingat ibuku mengatakan itu sambil menundukkan wajah.

"Itulah nasib anak yang hilang nak. Makanya, ibu tidak pernah mengizinkan kalian pergi main jauh-jauh. Nanti kalian hilang. Seperti si Man itu. Kasihan sekali hidupnya. Gara-gara terbawa truk, sampai tersesat hidupnya. Tak ada yang bisa mengantarkannya pulang, karena dia pun tidak bisa bicara dengan jelas. Daya pikirnya juga lemah. Tetapi Man itu orang yang rajin bekerja. Orang yang selalu menolong orang lain. Dia selalu menolong ibu mengangkut air. Dan dia selalu suka membantu ibu, apalagi karena ibu selalu memberinya makan. Entah bagaimana perasaan orangtua si Man itu waktu tahu anaknya hilang. Apalagi jika tahu nasib anaknya sampai terlantar begitu. Mungkin mereka telah mencari kesana-kemari, dan mungkin mereka menyesal sepanjang hidupnya"

aku melihat ibu mengusap air matanya,"Orang tua yang kehilangan anaknya, pasti juga kehilangan jiwa raganya. Dan itu lebih buruk daripada mati"

Anak yang hilang adalah anak yang tidak pernah kembali. Tetapi anak hilang adalah mungkin juga adalah anak yang datang, tetapi kemudian pergi. Meninggalkan kesan berarti bagi yang ditinggali, karena dia tidak pernah terlihat lagi. Dan anak hilang kedua yang dikenang ibu adalah:

2. Kakak yang cantik

Kisah tentang kakak yang cantik ini baru terungkap ketika aku menjelang remaja. Dulu waktu kecil, memang ibu terkadang bercerita tetapi tidak begitu lengkap. Aku pun lupa siapa nama kakak perempuan yang cantik ini. Yang kuingat, ketika aku besar, ibu mengungkap suatu kisah yang membuat aku meneteskan air mata. Ini tentang kasih sayang dan persaudaraan.

Menurut ibu, suatu hari tiba-tiba hadir juga anak hilang di kampungnya. Berbeda dengan Man Benjol, anak perempuan ini justru cantik dan cerdas. Dia lari dari kampungnya dengan alasan yang tidak jelas. Nampaknya dia sangat membenci keluarganya. Entah apa yang terjadi, dan bagaimana ceritanya, tiba-tiba dia kemudian diasuh kakek dan nenek.

"Kakek dan nenek kasihan melihatnya. Dia anak perempuan yang masih belia. Sejak itu dia tinggal di rumah, untuk menemani ibu bermain. Dia kakak yang cantik dan menyenangkan. Sebab itu kakek dan nenek sangat sayang kepadanya, seperti anak sendiri. Apalagi dia rajin, sering membantu pekerjaan rumah tangga"

Tetapi kebersamaan dengan kakak yang cantik itu pun harus hilang. Tiba-tiba ada banyak laki-laki datang ke rumah kakek, yang mengaku sebagai keluarganya. Mereka meminta si kakak ini kembali lagi. Ternyata si kakak berasal dari kampung yang cukup jauh. Entah bagaimana ceritanya ada anak perempuan belia yang nekad bepergian begitu jauhnya. Meski berat, akhirnya kakek dan nenek mengizinkan para lelaki tersebut untuk menjemput si kakak. Hanya, si kakak ini anak yang cerdas dan lincah sekali. Ketika akan dibawa pulang, dia pasti bisa tiba-tiba menghilang.

Kata ibu, berkali-kali utusan penjemput dari pihak keluarganya itu datang, berkali-kali pula si kakak ini menghilang. Lenyap bagaikan ditelan bumi. Dia bisa hilang berhari-hari, tetapi kemudian kembali lagi ke rumah ibu. Tetapi tiap ditanya kemana dia menghilang, si kakak ini hanya diam.

"Dia begitu cepat berlari diatara semak belukar dan hutan. Dia begitu cepat menghilang. Lama sekali. Dan ketika utusan keluarganya itu pergi, dia tiba-tiba langsung kembali. Entah apa yang dilakukannya. Dia begitu misterius"

Tetapi kondisi datang dan pergi yang dilakukan si kakak itu pun berakhir. Bukan karena dia lupa menghilang, atau orang menemukan tempat persembunyiannya. Tetapi karena rasa sayangnya kepada ibuku, adik angkatnya.

Suatu hari, utusan keluarganya itu kembali datang menjemput. Saat itu ibu dan si kakak ini sedang mengambil air di sungai. Saat itu nenek sangat membutuhkan air saat itu.

"Kakak sudah tahu. Dia tahu ada yang akan menjemputnya. Sebab itu dia sudah siap berlari ke hutan. Ibu waktu itu masih sangat kecil, ibu tidak begitu kuat mengangkat air. Tetapi karena si kakak ini akan bersembunyi, maka ibu memaksakan untuk membawa tempat air ini,"

Tampaknya si kakak ini tidak tega ketika melihat ibu nampak begitu berat membawa air. Tiba-tiba si kakak ini kembali dan langsung mengangkut air yang tadi dibawa ibu itu.

"Dia bilang, berat ini dek. Kasihan kau dek!"

Dan air itu terus dibawanya sampai ke rumah. Setelah meletakkan air di rumah, tentu si kakak tidak mungkin lagi dapat berlari. Tetapi dia tidak menangis. Dia hanya diam saat utusan keluarganya itu akan membawanya pulang. Kakek dan nenek memberinya uang, anting emas dan kain sebagai kenangan. Dengan pesan, agar suatu saat nanti dia dapat berkunjung kembali ke rumah orang tua angkatnya.

"Saat dia dibawa pergi, ibu cuma bisa menangis. Tetapi kakak itu tetap tersenyum kepada ibu. Dia seperti tidak pernah menyesal untuk melakukan pengorbanan itu. Meski ibu tahu, dia sangat tidak ingin kembali ke rumahnya. Entah apa yang terjadi disana. Si kakak nampak begitu sedih, benci dan takut untuk pulang ke rumahnya.Disitu ibu tahu kalau dia benar-benar sayang kepada ibu. Adik angkatnya..."

Sejak itu ibu tidak pernah melihat kakak angkatnya yang cantik itu lagi. Dia tidak pernah kembali. Dia datang dan pergi, kemudian benar-benar tidak pernah kembali. Kisah ini mengajarkan aku, betapa rasa sayang itu jumlahnya lebih. Kita dapat melakukan apa pun untuk orang yang kita sayangi. Meski akhirnya itu hanya akan menjadi suatu pengorbanan dalam hidup seseorang yang cuma bisa dikenang. (widya)

Kamis, 06 Mei 2010

Happy Birthday "Rudysta Dihyah Al-Kalabi"

mungkin, ibu bukanlah ibu yang terbaik di muka bumi ini
ibu bukanlah sosok sempurna yang dapat kau jadikan teladan seutuhnya
ibu juga bukanlah wanita yang selalu hadir dengan penuh pesona
ibu hanyalah seorang ibu
dan hati seorang ibu adalah sama
seorang ibu pasti akan berkorban apa pun demi anaknya

dalam rekam jejak perjalanan hidup kita
tak terasa 4 tahun kita bersama
berjuang dengan penuh asa
dimana kita selalu berdua
kau dan ibu, tak ada bedanya
kita adalah pejuang-pejuang yang tak kenal lelah

apakah engkau melihat itu cinta?
apakah engkau melihat itu kasih?
apakah engkau melihat itu sayang?
dan apakah engkau melihat itu, meski matamu terpejam sekalipun?

tidurlah dipangkuan ibu
biarkan ibu membelai rambutmu
dan ingatlah saat ini, untuk bertahun-tahun yang akan datang nanti
saat ibu sudah tak mampu memangku tubuh kecilmu lagi

ingatlah, bahwa pernah ada seorang wanita
yang mencintaimu dengan cara yang berbeda
yang mungkin tidak begitu luar biasa
tetapi dihatinya tulus, hanya ada kamu dan kamu saja

ingatlah, bahwa dia pernah menukar masa depannya
demi tetap mempertahankan kehadiran seorang bayi mungil di dunia
meski hidup menjadi begitu berat baginya
meski kemudian dia hanya mengenal air mata dan air mata
tapi dia tetap ada untuk seorang malaikat kecilnya
karena dia tidak pernah menyesali perjalanan hidupnya

ingatlah, bahwa kalian berdua pernah begitu jauh melangkah
berjalan berkilo-kilo meter
mendaki bukit terjal, menuruni gunung tinggi
menyeberangi lautan tak bertepi
melewati gurun penuh debu
melawan segala bentuk topan, badai dan entah apalah itu!
tetapi dia tetap...
menggendongmu
memelukmu
menciumimu

ingatlah, bahwa ada seorang wanita
yang mengajarkan kepadamu bagaimana menjadi seorang pria
pria yang hebat
pria yang bertanggung jawab
dia ingin kau menjadi pemimpin terbaik

karena dia mencintaimu
sangat mencintaimu
dia wanita yang mencintaimu, jauh sebelum dia melihatmu (ingat masa 9 bulan dia mengandungmu?)

Terima kasih nyawa hidupku
engkau sudah menemani ibu menjalani segenap rintangan kehidupan
mendekap ibu dengan penuh kasih sayang
menghapus air mata ibu dengan penuh cinta
memberikan tawa sempurna sehingga hilang semua duka lara

engkaulah anugerah terbesar dan terindah dari Allah

Selamat ulang tahun anakku!
doa ibu menyertaimu...

Rabu, 28 April 2010

Pengacara dan Client-nya

Suatu hari saya menemui seorang anggota DPRD Kota Palembang sekitar tahun 2007. Waktu itu saya masih menjadi wartawan di koran daerah. Dia seorang pria yang duduk di Komisi I kala itu. Dan saat itu saya berniat mengungkap profil beliau dalam rubrik 'Sosok Anggota Dewan'. Jika pada awalnya saya berniat menulis tentang aktivitasnya sebagai anggota dewan, tiba-tiba keinginan itu berubah ketika saya tahu jika anggota dewan ini merupakan seorang pengacara.

"Punya kasus unik Pak saat menangani klien?" tanya saya waktu itu

Mendadak bapak anggota dewan ini merenung sebentar, tapi kemudian dia langsung berkata dengan penuh semangat,"Ya, ada. Saya tidak pernah lupa saat menangani kasus ini"

Anggota dewan ini berkisah, pada awalnya dia memang seorang pengacara. Sebelum akhirnya terjun ke dunia politik dan kemudian akhirnya menjadi anggota dewan. Menurut bapak ini, dia memang banyak menangani kasus-kasus menarik. Tetapi ada satu kasus yang tidak pernah dilupakannya begitu saja karena pasti membuatnya terharu jika mengenangnya.

Pada awal karir sebagai pengacara muda, anggota dewan ini diminta untuk menangani kasus seorang warga masyarakat yang tinggal di salah satu kabupaten. Tersangka dituduh mengedarkan uang palsu di masyarakat.

"Padahal sebenarnya, si tersangka ini sebenarnya bukan pengedar uang palsu. Dia hanya warga biasa yang sedang berbelanja di pasar. Setelah belanja kan dia mendapatkan uang kembalian. Dia tidak tahu jika uang tersebut palsu, maka dibelanjakannya lagi ke tempat lain. Karena pedagang yang menerima uang palsu ini mengadukan ke polisi, maka warga tersebut diciduk," kata anggota dewan tersebut.

Dan yang lebih mengharukan lagi, warga yang kemudian menjadi tersangka uang palsu ini ternyata merupakan petani penggarap yang miskin. Jangan kan membayar jasa pengacara, buat makan saja susah. Hasilnya pengacaranya ini memberikan jasa dengan suka rela.

"Jangan kan dibayar, dik. Malah kita tidak tega melihatnya kelaparan di penjara. Jadi sering saya belikan makanan dan rokok. Tidak tega saya melihatnya"

Meski dalam membela kliennya tersebut si pengacara ini gagal, tetapi hubungan baik dengan sang klien ternyata tidak putus disitu saja. Usai menjalani masa tahanan, si klien pun kembali bekerja sebagai petani seperti biasa.

"Tetapi beberapa bulan kemudian, tiba-tiba rumah saya di Palembang kedatangan orang dari jauh. Katanya warga dusun. Dia membawa sebuah karung, dan jelas ini agak sedikit membingungkan saya. Tetapi setelah orang tersebut mencium tangan saya, saya baru tahu kalau dia adalah bekas klien saya. Itu, klien saya yang dituduh mengedarkan uang palsu,"

Bekas klien si pengacara ini mengaku, dia sudah berkeliling mencari alamat pengacara yang pernah membelanya tersebut. Bisa dibayangkan, jika seorang warga dusun yang lugu dengan menjunjung karung diatas kepala berkeliling kota mencari alamat bekas pengacaranya. Tentu itu suatu hal yang dapat membuat si pengacara dan keluarganya terharu luar biasa.

Menurut warga dusun ini, dia tidak dapat melupakan jasa si pengacara yang telah membelanya dengan sukarela itu. Apalagi dia ingat, justru si pengacara inilah yang kadang memberikannya nasi dan rokok saat di tahanan. Atas jasa baik pengacara tersebut, maka si petani bertekad akan mencari alamat pengacaranya tersebut demi mengucapkan rasa terima kasih.

"Saya hampir menangis pas dia membuka karung yang dia bawa tersebut. Ada singkong, sayur, kelapa, terung, sampai petai. Mungkin bagi orang lain itu tidak berarti. Tetapi bagi warga petani dusun yang miskin seperti dia, mungkin itu sangat berharga. Sehingga jauh-jauh dia membawanya ke kota, demi saya, pengacara yang pernah membela dia. Saya tidak dapat melupakan kejadian itu. Kisah yang sangat mengharukan sepanjang karir saya sebagai pengacara.."

Sungguh, saya pun tidak dapat menahan haru mendengar cerita dari anggota dewan tersebut. Mungkin selama ini di televisi kita hanya kerap menyaksikan pengacara yang mendampingi para koruptor kelas kakap, para artis papan atas yang ribut mau cerai atau berseteru dengan artis lainnya. Tetapi di suatu tempat yang lain, ternyata masih ada pengacara-pengacara yang bersedia membela kliennya yang miskin dan papa atas dasar keikhlasan. Tidak memikirkan uang, bahkan justru mereka yang rela menggelontorkan uang demi membantu kliennya. Luar biasa!

Selasa, 27 April 2010

Kisah Seorang Polisi

Kita memang tidak tahu seperti apa hidup kita ke depan nantinya. Apakah lebih buruk dari sekarang, atau jauh lebih baik lagi. Yang jelas kita sadari, bahwa roda kehidupan ini berputar sempurna. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Tak perlu ganas saat ada di atas, atau tak perlu menjadi lemah saat kita di bawah.

Memang, tidak mudah menjadi manusia yang sedang berada di bawah. Ibarat kata, bernafas pun mungkin susah. Banyak orang di sekeliling kita yang bukan menolong tetapi justru menginjak kepala, karena melihat kita tak berdaya. Padahal ibarat ditekan di atas karet, sesuatu itu justru akan terlempar jauh ke udara. Allah akan mengangkat harkat, derajat dan martabatnya. Jauh lebih baik, dari orang-orang yang telah memberikan penghinaan terhadapnya. Saya memiliki kisah yangg mungkin dapat menjadi hikmah dari sebuah perjuangan panjang. Ini kisah nyata dan bukan rekayasa. Sekedar menjadi pijakan, bahwa kita pun mungkin dapat seperti mereka.

Karena ini: Kisah Seorang Polisi

Suatu hari, hand phone saya berbunyi. Seseorang yang mengaku polisi minta agar saya menuliskan kisah hidupnya di koran. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2001. Saat itu saya masih menjadi wartawati bagian kriminal di sebuah koran harian di Palembang. Karena waktu itu bidang liputan kriminal, saya bukan hanya mencari berita tentang kriminalitas, tetapi juga tentang profil seorang pendekar hukum baik itu pengacara atau polisi.

Pada awalnya, saya mengira bintara polisi itu pengen ngetop aja. Sebab aneh juga jika tiba-tiba ada orang yang ingin sekali masuk koran hingga menghubungi seorang wartawan. Biasanya kan wartawan yang mencari berita atau sosok yang akan diprofilkan. Tetapi karena saya memang sedang butuh sosok untuk rubrik pendekar hukum, maka permintaan bertemu dari polisi itu saya terima. Polisi itu pun datang ke kantor saya menjelang makan siang. Dia muda, dan..(ehem!) tampan pula. Dia pun mengajak saya makan siang di salah satu tempat makan tak jauh dari kantor saya, sambil menggelar aksi wawancara. Dari pertemuan itu saya baru tahu, bahwa dia memiliki tujuan mulia untuk niatnya diekspos di koran itu.

Sang polisi ini berkisah, dia jengah dengan aksi sogok-menyogok yang terjadi pada proses perekrutan calon anggota kepolisian. Aksi sogok ini, membuat banyak anak muda yang dari golongan ekonomi lemah enggan melamar jadi polisi.

"Padahal masih banyak polisi yang masuk polisi dengan jalur bersih. Seperti saya!" kata dia.

Polisi ini berkisah, dia merupakan pemuda dari desa di pedalaman Sumatera Selatan. Keluarganya hanya petani biasa. Sebab itu,usai menamatkan SMA dia tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mencari pekerjaan pun ternyata tidak mudah di kota Palembang. Dia sudah nyari putus asa. Beruntung, dia bertemu bekas kakak kelasnya yang kini telah menjadi seorang polisi. Kakak kelasnya ini menyarankan dia untuk ikut tes polisi. Sebab menurut bekas kakak kelasnya ini, dia masuk polisi tanpa membayar satu sen pun. Murni berjuang sendiri. Bahkan dengan menjadi seorang polisi, si bekas kakak kelas ini pun mampu melanjutkan tingkat pendidikannya ke universitas.

Melihat keberhasilan bekas kakak kelasnya tersebut, maka anak kampung ini pun nekad menyusun berkas persyaratan agar dapat diterima menjadi anggota polisi. Dia pun pulang kampung meminta restu kepada orang tua dan segenap warga kampungnya, agar dapat lolos tes menjadi anggota polisi.

"Hanya orangtua yang merestui. Meski dengan berat hati. Sebab mereka ragu saya bisa masuk polisi. Mengingat kami ini cuma keluarga petani miskin. Apalagi sepanjang perjalanan menuju ke kota untuk mengikuti tes polisi, setengah mati saya ditertawakan warga kampung. kata mereka, nah, ada orang gila menghayal ingin jadi polisi. tidak punya duit, nekad juga ikut tes polisi!" kisah si polisi ini sedih.

Saat itu saya ingat sekali wajah si polisi muda ini saat bercerita. Tatap matanya jauh entah kemana. Seakan kisah itu begitu menyakitkan hatinya. Baru kemudian saya dapat bernafas lega, kita dia mulai tersenyum ceria. Dia menceritakan betapa bahagia dirinya saat lolos dari tes dan menjadi anggota polisi. Tak terbayangkan lagi rasa bangga orangtuanya yang tinggal jauh di desa.

"Sekarang saya sudah jadi polisi. Saya bisa membantu perekonomian keluarga, dan saya pun dapat melanjutkan pendidikan saya yang tertunda. Saya mengambil kuliah sore. Saya hanya ingin memberikan hikmah bagi anak-anak muda lainnya. Jangan menyerah karena kita kita tidak punya harta. Justru tekad itu lebih dari segalanya. Jangan pernah menghiraukan ejekan atau hinaan orang. Jadikan itu semangat buat kita lebih maju. Allah akan menolong orang-orang yang sabar dan mau berusaha. Tetapi jangan dendam. Saya tidak dendam pada warga kampung yang menghina saya waktu itu. Mereka sudah cukup malu melihat saya sudah berhasil jadi polisi," tutur polisi itu lagi.

Kisah tentang polisi muda ini, kerap saya ceritakan kepada pemuda-pemuda yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Saya ingin mereka terinspirasi lebih maju, meski jelas untuk itu perjalanan mereka tentu tidak mudah. Perlu perjuangan, pengorbanan. Hanya pejuang sejati yang mampu bertengger di batas akhir kemenangan. Mereka sukses dalam ujian, dan Allah menaikkan tonggak kehidupannya jauh lebih dari sebelumnya. Jika mereka bisa, kenapa kita tidak ya?