Powered By Blogger

kisah inspiratif widya

Rabu, 28 April 2010

Pengacara dan Client-nya

Suatu hari saya menemui seorang anggota DPRD Kota Palembang sekitar tahun 2007. Waktu itu saya masih menjadi wartawan di koran daerah. Dia seorang pria yang duduk di Komisi I kala itu. Dan saat itu saya berniat mengungkap profil beliau dalam rubrik 'Sosok Anggota Dewan'. Jika pada awalnya saya berniat menulis tentang aktivitasnya sebagai anggota dewan, tiba-tiba keinginan itu berubah ketika saya tahu jika anggota dewan ini merupakan seorang pengacara.

"Punya kasus unik Pak saat menangani klien?" tanya saya waktu itu

Mendadak bapak anggota dewan ini merenung sebentar, tapi kemudian dia langsung berkata dengan penuh semangat,"Ya, ada. Saya tidak pernah lupa saat menangani kasus ini"

Anggota dewan ini berkisah, pada awalnya dia memang seorang pengacara. Sebelum akhirnya terjun ke dunia politik dan kemudian akhirnya menjadi anggota dewan. Menurut bapak ini, dia memang banyak menangani kasus-kasus menarik. Tetapi ada satu kasus yang tidak pernah dilupakannya begitu saja karena pasti membuatnya terharu jika mengenangnya.

Pada awal karir sebagai pengacara muda, anggota dewan ini diminta untuk menangani kasus seorang warga masyarakat yang tinggal di salah satu kabupaten. Tersangka dituduh mengedarkan uang palsu di masyarakat.

"Padahal sebenarnya, si tersangka ini sebenarnya bukan pengedar uang palsu. Dia hanya warga biasa yang sedang berbelanja di pasar. Setelah belanja kan dia mendapatkan uang kembalian. Dia tidak tahu jika uang tersebut palsu, maka dibelanjakannya lagi ke tempat lain. Karena pedagang yang menerima uang palsu ini mengadukan ke polisi, maka warga tersebut diciduk," kata anggota dewan tersebut.

Dan yang lebih mengharukan lagi, warga yang kemudian menjadi tersangka uang palsu ini ternyata merupakan petani penggarap yang miskin. Jangan kan membayar jasa pengacara, buat makan saja susah. Hasilnya pengacaranya ini memberikan jasa dengan suka rela.

"Jangan kan dibayar, dik. Malah kita tidak tega melihatnya kelaparan di penjara. Jadi sering saya belikan makanan dan rokok. Tidak tega saya melihatnya"

Meski dalam membela kliennya tersebut si pengacara ini gagal, tetapi hubungan baik dengan sang klien ternyata tidak putus disitu saja. Usai menjalani masa tahanan, si klien pun kembali bekerja sebagai petani seperti biasa.

"Tetapi beberapa bulan kemudian, tiba-tiba rumah saya di Palembang kedatangan orang dari jauh. Katanya warga dusun. Dia membawa sebuah karung, dan jelas ini agak sedikit membingungkan saya. Tetapi setelah orang tersebut mencium tangan saya, saya baru tahu kalau dia adalah bekas klien saya. Itu, klien saya yang dituduh mengedarkan uang palsu,"

Bekas klien si pengacara ini mengaku, dia sudah berkeliling mencari alamat pengacara yang pernah membelanya tersebut. Bisa dibayangkan, jika seorang warga dusun yang lugu dengan menjunjung karung diatas kepala berkeliling kota mencari alamat bekas pengacaranya. Tentu itu suatu hal yang dapat membuat si pengacara dan keluarganya terharu luar biasa.

Menurut warga dusun ini, dia tidak dapat melupakan jasa si pengacara yang telah membelanya dengan sukarela itu. Apalagi dia ingat, justru si pengacara inilah yang kadang memberikannya nasi dan rokok saat di tahanan. Atas jasa baik pengacara tersebut, maka si petani bertekad akan mencari alamat pengacaranya tersebut demi mengucapkan rasa terima kasih.

"Saya hampir menangis pas dia membuka karung yang dia bawa tersebut. Ada singkong, sayur, kelapa, terung, sampai petai. Mungkin bagi orang lain itu tidak berarti. Tetapi bagi warga petani dusun yang miskin seperti dia, mungkin itu sangat berharga. Sehingga jauh-jauh dia membawanya ke kota, demi saya, pengacara yang pernah membela dia. Saya tidak dapat melupakan kejadian itu. Kisah yang sangat mengharukan sepanjang karir saya sebagai pengacara.."

Sungguh, saya pun tidak dapat menahan haru mendengar cerita dari anggota dewan tersebut. Mungkin selama ini di televisi kita hanya kerap menyaksikan pengacara yang mendampingi para koruptor kelas kakap, para artis papan atas yang ribut mau cerai atau berseteru dengan artis lainnya. Tetapi di suatu tempat yang lain, ternyata masih ada pengacara-pengacara yang bersedia membela kliennya yang miskin dan papa atas dasar keikhlasan. Tidak memikirkan uang, bahkan justru mereka yang rela menggelontorkan uang demi membantu kliennya. Luar biasa!

Selasa, 27 April 2010

Kisah Seorang Polisi

Kita memang tidak tahu seperti apa hidup kita ke depan nantinya. Apakah lebih buruk dari sekarang, atau jauh lebih baik lagi. Yang jelas kita sadari, bahwa roda kehidupan ini berputar sempurna. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Tak perlu ganas saat ada di atas, atau tak perlu menjadi lemah saat kita di bawah.

Memang, tidak mudah menjadi manusia yang sedang berada di bawah. Ibarat kata, bernafas pun mungkin susah. Banyak orang di sekeliling kita yang bukan menolong tetapi justru menginjak kepala, karena melihat kita tak berdaya. Padahal ibarat ditekan di atas karet, sesuatu itu justru akan terlempar jauh ke udara. Allah akan mengangkat harkat, derajat dan martabatnya. Jauh lebih baik, dari orang-orang yang telah memberikan penghinaan terhadapnya. Saya memiliki kisah yangg mungkin dapat menjadi hikmah dari sebuah perjuangan panjang. Ini kisah nyata dan bukan rekayasa. Sekedar menjadi pijakan, bahwa kita pun mungkin dapat seperti mereka.

Karena ini: Kisah Seorang Polisi

Suatu hari, hand phone saya berbunyi. Seseorang yang mengaku polisi minta agar saya menuliskan kisah hidupnya di koran. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2001. Saat itu saya masih menjadi wartawati bagian kriminal di sebuah koran harian di Palembang. Karena waktu itu bidang liputan kriminal, saya bukan hanya mencari berita tentang kriminalitas, tetapi juga tentang profil seorang pendekar hukum baik itu pengacara atau polisi.

Pada awalnya, saya mengira bintara polisi itu pengen ngetop aja. Sebab aneh juga jika tiba-tiba ada orang yang ingin sekali masuk koran hingga menghubungi seorang wartawan. Biasanya kan wartawan yang mencari berita atau sosok yang akan diprofilkan. Tetapi karena saya memang sedang butuh sosok untuk rubrik pendekar hukum, maka permintaan bertemu dari polisi itu saya terima. Polisi itu pun datang ke kantor saya menjelang makan siang. Dia muda, dan..(ehem!) tampan pula. Dia pun mengajak saya makan siang di salah satu tempat makan tak jauh dari kantor saya, sambil menggelar aksi wawancara. Dari pertemuan itu saya baru tahu, bahwa dia memiliki tujuan mulia untuk niatnya diekspos di koran itu.

Sang polisi ini berkisah, dia jengah dengan aksi sogok-menyogok yang terjadi pada proses perekrutan calon anggota kepolisian. Aksi sogok ini, membuat banyak anak muda yang dari golongan ekonomi lemah enggan melamar jadi polisi.

"Padahal masih banyak polisi yang masuk polisi dengan jalur bersih. Seperti saya!" kata dia.

Polisi ini berkisah, dia merupakan pemuda dari desa di pedalaman Sumatera Selatan. Keluarganya hanya petani biasa. Sebab itu,usai menamatkan SMA dia tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mencari pekerjaan pun ternyata tidak mudah di kota Palembang. Dia sudah nyari putus asa. Beruntung, dia bertemu bekas kakak kelasnya yang kini telah menjadi seorang polisi. Kakak kelasnya ini menyarankan dia untuk ikut tes polisi. Sebab menurut bekas kakak kelasnya ini, dia masuk polisi tanpa membayar satu sen pun. Murni berjuang sendiri. Bahkan dengan menjadi seorang polisi, si bekas kakak kelas ini pun mampu melanjutkan tingkat pendidikannya ke universitas.

Melihat keberhasilan bekas kakak kelasnya tersebut, maka anak kampung ini pun nekad menyusun berkas persyaratan agar dapat diterima menjadi anggota polisi. Dia pun pulang kampung meminta restu kepada orang tua dan segenap warga kampungnya, agar dapat lolos tes menjadi anggota polisi.

"Hanya orangtua yang merestui. Meski dengan berat hati. Sebab mereka ragu saya bisa masuk polisi. Mengingat kami ini cuma keluarga petani miskin. Apalagi sepanjang perjalanan menuju ke kota untuk mengikuti tes polisi, setengah mati saya ditertawakan warga kampung. kata mereka, nah, ada orang gila menghayal ingin jadi polisi. tidak punya duit, nekad juga ikut tes polisi!" kisah si polisi ini sedih.

Saat itu saya ingat sekali wajah si polisi muda ini saat bercerita. Tatap matanya jauh entah kemana. Seakan kisah itu begitu menyakitkan hatinya. Baru kemudian saya dapat bernafas lega, kita dia mulai tersenyum ceria. Dia menceritakan betapa bahagia dirinya saat lolos dari tes dan menjadi anggota polisi. Tak terbayangkan lagi rasa bangga orangtuanya yang tinggal jauh di desa.

"Sekarang saya sudah jadi polisi. Saya bisa membantu perekonomian keluarga, dan saya pun dapat melanjutkan pendidikan saya yang tertunda. Saya mengambil kuliah sore. Saya hanya ingin memberikan hikmah bagi anak-anak muda lainnya. Jangan menyerah karena kita kita tidak punya harta. Justru tekad itu lebih dari segalanya. Jangan pernah menghiraukan ejekan atau hinaan orang. Jadikan itu semangat buat kita lebih maju. Allah akan menolong orang-orang yang sabar dan mau berusaha. Tetapi jangan dendam. Saya tidak dendam pada warga kampung yang menghina saya waktu itu. Mereka sudah cukup malu melihat saya sudah berhasil jadi polisi," tutur polisi itu lagi.

Kisah tentang polisi muda ini, kerap saya ceritakan kepada pemuda-pemuda yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Saya ingin mereka terinspirasi lebih maju, meski jelas untuk itu perjalanan mereka tentu tidak mudah. Perlu perjuangan, pengorbanan. Hanya pejuang sejati yang mampu bertengger di batas akhir kemenangan. Mereka sukses dalam ujian, dan Allah menaikkan tonggak kehidupannya jauh lebih dari sebelumnya. Jika mereka bisa, kenapa kita tidak ya?

Misteri Jodoh

Hmm...Jodoh. Kayaknya lumayan seru ya ngobrolin tema ini. Terutama bagi mereka yang belum juga mendapatkan pasangan hidup, atau mereka yang pernah punya pasangan, tetapi ditengah jalan memiliki cobaan untuk kehilangan pasangan. seperti saya? (ehem!)

Sebenarnya begini. Dari dulu saya ini sudah jadi "ladang" curahan hati bagi teman-teman saya. Ada banyak hal yang mereka kisahkan. Tetapi jika dihitung-hitung, persentase tertinggi yang menjadi curahan itu justru masalah: Jodoh! Entah mengapa mereka memilih saya untuk mengungkap dan membahas permasalahan ini. Apakah mungkin karena saya terlihat seperti banyak waktu untuk mendengar cerita, atau mungkin karena saya memiliki kesamaan karena sekarang sudah mengusung kembali status "single"? Entahlah.

Tapi teman-teman ini, bukan hanya pria atau wanita, yang mencari saya biasanya memang bercerita soal sulitnya menemukan jodoh ini. Mereka bicara soal usia yang kian bertambah, sulitnya menemukan pasangan yang sesuai kriteria atau masalah sakit hati karena terus bertemu dengan orang-orang yang bukan jodoh terbaik mereka. Walah! Sebenarnya permasalahan kami sama. Sama-sama masih mengencangkan urat leher untuk urusan menyuarakan permintaan kepada Allah agar diberikan yang terbaik dari yang terbaik. Tiada henti meminta, tiada henti berusaha. Meski kadang-kadang juga timbul pertanyaan. Apa iya kita harus mencari si jodoh ini? Kalau memang jodoh itu mesti dicari, mengapa begitu banyak orang menemukan jodohnya secara tidak sengaja apalagi terduga?

Soal jodoh tak terduga ini, saya punya cerita. Saya sering merekam kisah tentang orang-orang disekeliling saya yang secara tidak sengaja menemukan pasangan hidup mereka. saya punya kakak sepupu bernama Hepi yang tinggal di pelosok sumatera selatan, usianya sebagai wanita sudah cukup matang. Apalagi untuk kategori pedesaan. Sebagai anak perempuan tertua, dimana sang ibu sudah meninggal dunia saat dia kecil, kakak saya ini terpaksa menggantikan posisi ibu bagi adik-adiknya. Setelah adik-adiknya itu remaja, usianya tentu sudah tidak lagi muda. Tentu susah mencarikan jodoh baginya. Apalagi populasi warga desa plus daerah sekitarnya tentu juga tidak dapat dikatakan banyak untuk dapat memberikan pilihan beragam baginya.

Sehingga dapat dimaklumi, jika dari tahun ke tahun para keluarga kerap menunjukkan keprihatinan atas nasib jodohnya. Tetapi suatu hari, saat aku SMA, tiba-tiba keluargaku yang bermukim di Palembang kedatangan saudara jauh dari kerabat almarhum ayah di desa. Mereka datang dengan kalimat sakti mencengangkan, jika Ayuk (panggilan kakak perempuan bagi orang Palembang) Hepi akan segera menikah! wah, gimana ceritanya? Ternyata kakak kami ini menemukan jodohnya secara amat sangat tidak disengaja.

Suatu hari, ada seorang supir truk yang berhenti di depan rumah. Kebetulan, dia menanyakan alamat kepada kakak sepupu kami ini. Rupanya, dari pertemuan pertama ini keduanya menemukan chemistry...(hihihi). Alhasil, besoknya sang supir datang lagi. tapi kali ini bukan menanyakan alamat, karena alamat jodoh yang dicari sudah ketemu. saat pesta pernikahan Ayuk Hepi, kami para saudara sepupunya di Palembang menyempatkan datang. Saat ijab kabul, kami baru tahu kalau usia Ayuk Hepi jauh lebih tua dari suaminya. Dan yang lebih melegakan lagi, wajah suaminya ini ganteng pula! Sampai saat ini keduanya hidup bahagia di desa dengan anak-anak yang sudah beranjak remaja.

Lalu, ada juga cerita Ayuk Wati, tetangga sebelah rumah kami di Palembang. Dia juga merupakan anak tertua perempuan dalam keluarga. Karena ayahnya meninggal, sang ibulah yang kemudian menjadi tulung punggung keluarga. Ayuk Wati sebagai anak tertua bekerja keras jadi partner sejati sang ibu agar adik-adik mereka bisa makan dan sekolah. Jika kemudian adik-adiknya lebih dahulu menikah, Ayuk Wati tetap dalam kesendiriannya. Membantu ibunya membuat kue untuk jualan mereka. Padahal segenap cara sudah dilakukan keluarga mereka agar si Ayuk Wati ini ketemu jodohnya. Termasuk menemui orang "pintar" yang mensyaratkan agar dia rajin mandi kembang.

Soal kembang ini, saya juga sempat merinding. Dulu, tiap malam-malam tertentu saya ketakutan karena mencium wangi kembang. Saya pikir itu roh gentayangan karena ada tetangga yang baru meninggal dan dikuburkan. Tetapi keesokan paginya, ibu saya menemukan beraneka macam kembang di got belakang rumah kami yang menyatu dengan tetangga. Saat ibu menanyakan kepada tetangga kami tersebut, mereka membenarkan jika telah terjadi prosesi mandi kembang tengah malam. Entah apa karena itu kembang, atau karena memang jodohnya sudah datang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya setelah setahun pernikahan saya (yang kini telah gagal)Ayuk Wati pun segera menikah. Jodohnya? Lagi-lagi orang yang secara tidak sengaja bertamu ke rumahnya. Kini mereka sudah mempunyai seorang putri yang lucu dan cantik.

Saya juga menemukan kisah unik dari perjodohan yang diawali dari dunia maya. Begitu banyak teman-teman saya yang bertemu jodohnya gara-gara facebook, frienster atau chatting di yahoomassenger. Dan pernikahan mereka nampak berjalan baik-baik saja sampai sekarang, bahkan sudah pada punya anak semua.

Jika itu tadi merupakan "jodoh teknlogi", maka saya juga punya teman kecil bernama Yani yang memanfaatkan media komunikasi zaman dulu, alias sahabat pena. Bertahun-tahun dia menyurati seorang pria dari luar kota bahkan sejak masih SMP. Berlanjut ke SMA, dan kemudian si pria tiba-tiba masuk menjadi prajurit TNI AD. Beberapa tahun kemudian, kedua anak manusia yang belum pernah berjumpa dan hanya saling lihat via foto ini, akhirnya bertemu. Mereka pun akhirnya memutuskan menikah. Duh, romantisnya!

Kalau tadi bicara soal menemukan jodoh yang tidak disengaja, saya juga memiliki kisah teman-teman yang mengusahakan jodoh mereka. Saya bertemu kembali dengan beberapa teman-teman masa SMP, SMA atau kuliah di dunia maya, mereka ternyata menikah dengan pacar mereka sejak SMP,SMA atau kuliah itu. Ada yang pacaran 9 tahun, ada yang 5 tahun, dsb. Artinya mereka memang berjuang untuk itu. Saya bahkan menjadi salah satu saksi betapa membaranya kisah mereka di masa lalu. Setia mencintai pacarnya meski mereka harus berpisah kota karena urusan kerja atau pendidikan. Dan saya juga yang kini mengetahui bahwa perjuangan mereka itu memang tidak sia-sia.

Tetapi misteri jodoh memang bak misteri jagad raya. Hanya Allah yang mengetahuinya. Kita benar-benar tidak tahu siapa jodoh kita. Jadi tidak perlu ditanya, apalagi direkayasa. Ikuti saja alurnya. Karena dia begitu rahasia dan mungkin tak terduga. Mungkin jalurnya harus lurus, atau justru berliku hingga sampai kehadapanmu.

Saya juga punya teman SMP bernama Utiek. Dia anak pandai di sekolah. Sebab itu, dia dikirim cerdas cermat bersama teman sekolah yang lain, termasuk adik kelas kami yang tak kalah cerdas bernama Yudha. Pada masa SMA, saya satu sekolah dengan Yudha ini sementara Utiek tidak. Saat saya kuliah, saya juga mendengar selentingan kabar jika keduanya justru menjalin hubungan dengan orang lain. Tetapi alangkah terkejutnya saya dikemudian hari, ketika kemudian kedua peserta cerdas cermat ini akhirnya menikah. Ternyata, adik si Utiek, si Euis yang menikah lebih dulu dari kakaknya ini mempertemukan kembali pasangan cerdas cermat ini. Setelah keduanya dewasa dan memiliki karir bagus tentunya. Dan jika kemarin mereka bersanding untuk ikut cerdas cermat di sebuah statiun televisi, maka akhirnya mereka bersanding dalam arti sebenarnya di depan penghulu.

Jadi, bersiaplah menanti jodoh anda. Mungkin dia sebenarnya adalah teman anda, tetangga atau mungkin justru musuh kita. Siapa tahu?

Contoh PNS Pintar

Ismadjaya Toengkagie

Keturunan Raja Ternate

Ramah dan bersahaja. Demikian sosok Kepala Bagian Program dan Pelaporan pada Sekretariat Bappebti, Ismadjaya Toengkagie. Lahir di Kotamobagu, Sulawesi Utara, 1 Januari 1954. Lho, kok marga Toengkagie tapi nama depannya Ismadjaya? Menurut suami dari Siti Rosedahliana ini, nama Ismadjaya sebenarnya nama seorang tamu yang sering menginap di rumah penginapan milik keluarganya.
“Rumah keluarga itu termasuk yang terbesar di daerah kami waktu itu. Karena daerah disana dulu belum ada semacam penginapan, maka diminta Bupati waktu untuk dijadikan penginapan. Jadi sering banyak orang dari luar datang dan menginap disana. Salah satunya ada Pak Ismadjaya, seorang saudagar dari Sumatra. Saat saya lahir, bapak tersebut minta kepada ayah agar menggunakan namanya untuk saya,” kisah pengidola Soemitro Djojohadikusomo dan Emil Salim.
Tetapi bukan itu saja yang membuat sosok pria berpostur tinggi 173 cm dan berat 68 kg ini tampak agak “berbeda” bagi keturunan Manado lainnya. Wajahnya justru mirip orang Timur Tengah. Ternyata, alumnus Magister of Science Jurusan Administrasi Publik pada FISIP Universitas Indonesia tahun 2005 ini mewarisi keturunan Ternate dari ibunya. Kakek Ismadjaya ternyata merupakan anak Raja Muda Ternate yang menyebarkan agama Islam di wilayah Bolamongondo. Sang kakek ini kemudian menikah dengan gadis Bolamongondo dan melahirkan seorang putri yaitu ibu dari Ismadjaya.
Semasa kecil, penyantap makanan pedas ini ternyata merupakan “bintang” di tanah kelahirannya. Keahliannya bernyanyi sejak usia 5 tahun menarik perhatian Bupatinya waktu itu. Maka didirikan band bocah yang pemain musiknya anak-anak SMA, sementara Ismadjaya yang baru masuk SD didaulat jadi vocalisnya. Meski kerap terpaksa menyanyi di atas meja karena belum bisa menjangkau mikropon, tetapi anak kedua dari 8 bersaudara ini sudah fasih melantunkan tembang-tembang berbahasa Inggris dan Spanyol. Keahlian inilah yang kemudian menurun kepada anak bungsunya, Farah Cantika yang sempat masuk 5 besar AFI Junior 2008.
Meski memiliki kemampuan seni, justru penggemar tenis meja dan jogging ini tidak berniat jadi seniman. Apalagi meneruskan profesi sang ayah yang pengusaha itu. alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi tahun 1981 ini malah terbang ke Jakarta untuk jadi PNS Depdag. Meski dengan gaji PNS yang tak seberapa, Ismadjaya pun tak menyerah. Bersama temannya dia nekad mencari uang tambahan halal dengan menjadi dosen mata kuliah sore. Suatu profesi yang juga masih dijalaninya hingga saat ini. Bahkan kini dia telah mengajar di berbagai universitas swasta ternama di Jakarta.
“Menjadi dosen bagi seorang PNS itu tidak ada larangan. Justru saya mendapatkan dukungan. Bahkan saya menjadi lebih banyak wawasan dan terbiasa tampil dihadapan publik. Saya tidak akan melepaskan dunia pendidikan ini. Bahkan jika saya sudah pensiun nanti, saya ingin tetap mengajar sebagai dosen. Ini pekerjaan yang saya cintai,” terang ayah dari Rizky Maulana Toengkagie (22), Reysa Rahmat Toengkagie (18) dan Farah Cantika (8). (widya burlian al-kalabi/Bulletin Berjangka BAPPPEBTI April 2010)




artikel diatas merupakan tulisan saya untuk rubrik KIPRAH di Bulletin BERJANGKA Edisi April 2010, milik Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Departemen Perdagangan.

sebenarnya kisah inspiratif saya kali ini, bukan membahas siapa Ismadjaya Toengkagie. Tetapi membahas betapa seorang PNS ini pintar menggunakan otaknya untuk mencari tambahan uang bagi penghidupannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, Manado pada tahun 1981, Ismadjaya bersama kelima rekannya nekad mengirimkan berkas ke Departemen Perdagangan RI di Jakarta, demi melamar kerja sebagai PNS disana. Saat menerima panggilan dan harus mengikuti tes di Istora Senayan, kelima pemuda Manado ini pun terbang ke Jakarta.

Pada awalnya mereka mengira, setelah lulus jadi PNS pada proses penempatan mereka akan dikembalikan ke kampung halaman. Tetapi ternyata, mereka "terpaksa" menjadi warga Jakarta. Hidup merantau dengan penghasilan sebagai PNS, ternyata tidak mudah bagi para pemuda ini. Dengan gaji Rp 25 ribu per bulan kala itu, tentu jelas tidak mudah bagi anak rantau. Apalagi saat itu, untuk bayar kost saja sudah Rp 50 ribu/bulan. Belum makan dan sebagainya. Sehingga dalam perjalanannya, ada dari rekan mereka yang mengundurkan diri dan memilih berkarir di lingkup swasta. Tetapi Ismadjaya tidak menyerah, bersama salah seorang rekannya dia putar otak bagaimana caranya mencari uang dengan cara halal.

Waktu itu, PNS masih dapat pulang kerja sekitar pukul 4 sore. Merasa banyak memiliki waktu luang, Ismadjaya dan rekannya punya ide untuk mencari uang dengan mengajar. Mereka ingin menjadi dosen mata kuliah sore! Maka disebarkan berbagai surat lamaran bekerja menjadi dosen di berbagai universitas swasta di Jakarta. Meski belum juga mendapat balasan, mereka tidak putus asa. Ternyata Allah pun memberikan rizki kepada dua pemuda kampung ini. STIE Rawamangun memanggil mereka!

Sejak itu, dimulailah kisah perjuangan dua anak muda pantang menyerah ini. Sepulang dari bekerja sebagai PNS, mereka belajar setengah mati agar saat mengajar di depan para mahasiswa mereka nanti mereka jauh lebih pintar. Demi usaha ini, mereka terpaksa harus banyak membaca dan belajar lagi. Jelas bukan pekerjaan yang mudah, apalagi mereka melakukannya setelah pulang lelah bekerja sebagai PNS, kemudian setelah belajar mereka pun harus mengajar lagi dari sore hingga malam.

Ternyata, buah dari kerja keras itu indah. Meski pada awalnya berat bagi mereka, dan nyaris menyerah, tetapi lama kelamaan profesi "sampingan" ini malah bikin jatuh cinta. Hasilnya, Ismadjaya serta rekannya ini tidak hanya mengajar di satu tempat, tetapi juga di tempat-tempat lain. Dan yang lebih mengagetkan mereka, pekerjaan sebagai dosen ini justru meningkatkan pundi-pundi keuangan keduanya. Pada masa itu, Ismadjaya mengaku sudah tidak pusing memikirkan gaji PNS yang tidak seberapa itu lagi. Dia bisa hidup jauh lebih baik, bergaya layaknya anak muda mapan Jakarta, bahkan mampu mencicil kredit mobil!

Selanjutnya, pekerjaan menjadi PNS dan dosen dijalani Ismadjaya dengan sukacita. Betapa tidak? selain mendatangkan rezeki halal, pekerjaan menjadi dosen membuatnya semakin bertambah wawasan dan berani tampil dimuka publik. Kondisi ini justru membantu kinerja Ismadjaya sebagai PNS, sehingga menambah daftar karir cemerlangnya. Bahkan, masa pensiunnya pun ditunda mengingat instansti di tempatnya bekerja masih membutuhkan kiprahnya sebagai birokrat handal. Di luar itu, citra Ismadjaya sebagai pendidik terus berjalan. Tidak hanya sekedar dosen, dia pun sudah beberapa kali membantu men-desaign kampus-kampus swasta di Jakarta untuk berdiri sempurna.
Ditangannya, tetap ada pengabdian sebagai pelayan negara. Tetapi juga pahlawan tanpa tanpa jasa.

Jadi, bagi seorang PNS, mengapa harus menjadi Gayus Tambunan jika hidup ini banyak pilihan? Memilih profesi sebagai PNS bukan berarti resmi pula menjadi koruptor. Menjadi PNS tentu tidak mudah, kita harus menyingkirkan banyak saingan dari seluruh wilayah Indonesia untuk menduduki posisi yang "aman" karena ada jaminan uang pensiun ini. Kita tidak bicara soal PNS yang tiba-tiba hadir di suatu instansi pemerintah atas dasar titipan neneknya atau karena kebetulan bapaknya baru jual sawah sehingga mampu menggelontorkan uang sogokan puluhan juta.

Tidak, kita bicara soal PNS yang berhati nurani. Soal PNS yang punya otak. Kita hanya bicara soal pelayan-pelayan terbaik yang dimiliki republik tercinta ini...(widya)

Senin, 26 April 2010

Semua Kisah Teman Itu Inspiratif

Assalamualaikum!

Apa kabar teman semuanya? terima kasih sudah hadir di blog saya: "Kisah Inspiratif Widya".
Mungkin tidak banyak dari kita yang menyadari bahwa kejadian paling remeh dalam keseharian kita pun sesungguhnya dapat menjadi "tampilan" menarik bagi kehidupan ke depan kita. Sebab mungkin dari kita, tidak banyak cukup waktu merenung dan menyadari betapa pentingnya untuk mempelajari langkah-langkah lalu, demi menyusun strategi langkah berikutnya.

Dalam blog ini, saya tidak ingin menggurui. Saya hanya ingin menjadi bagian dalam suatu lingkup pertemanan, dimana kita bisa mengurai beragam hal menjadi suatu pemikiran dan dapat kemudian dimanfaatkan.

Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan diri saya kepada teman-teman semua. Nama saya Widya Burlian Al-Kalabi. Saya seorang single parent bagi seorang balita kecil berusia 4 tahun, yang saya beri nama Rudysta Dihyah Al-Kalabi. Saya bekerja di Matapena Sinergi, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang publishing and advertising. Kami mengelola sebuah majalah milik salah satu instansi pemerintah, sedang mempersiapkan media online khusus bidang perdagangan berjangka komoditi, menerbitkan buku dan sebagainya.

Keseharian saya sebagai ibu sekaligus pekerja terkadang memang tidak mudah. Saya hidup di kota besar, hanya berdua dengan anak saya. Kebetulan saya sudah yatim piatu, sementara kakak-kakak saya bermukim di Palembang. Tidak ada saudara yang saya miliki di Jakarta selain teman dan teman saja. Bagi saya, teman adalah investasi bergerak saya. Teman adalah harta terbesar kita dalam hidup. Mereka akan selalu ada saat kita bingung mencari celah atau saat kita tidak dapat melihat karena mata terlalu kabur dengan air mata.

Kehidupan mengajarkan kepada saya, pentingnya merekrut banyak teman. Dan kehidupan juga melatih saya untuk melihat apa mereka teman yang layak disebut teman, atau hanya teman diatas "teman". Biarkan seleksi alam yang menentukan keberadaan tentang suatu pertemanan.

Dari teman, saya mencoba menuliskan betapa cemerlangnya nasib atau betapa lamurnya kehidupan yang sulit. Untuk sekedar berbagi, bahwa sesungguhnya kita tidak benar-benar sendirian hidup di muka bumi....Wassalam!