Powered By Blogger

kisah inspiratif widya

Rabu, 16 Juni 2010

Lebih Baik Dicintai, Daripada Mencintai

uh, akhirnya nulis lagi. Setelah sempat bertekad untuk mengubur saja dalam-dalam blog ini. Lagian juga aku sedang pusing mikirin bukuku yang nggak beres-beres itu. Maklum, biasa nulis cerpen or novel, or artikel-artikel hasil liputan, ini disuruh nulis buku tentang warehouse receipt. aiiih, ribet!!

Tapi sebenarnya, keinginan untuk menulis ini tidak murni dari hasil pola pelarian dari tindak kejenuhan dalam proses penulisan buku. haha...ini sebenarnya hasil dari kritik seorang teman lama yang tiba-tiba hadir di facebook. hmm...

Suatu hari aku kaget, ketika salah satu teman lamaku say hello di facebook. Kami tidak ketemu sekitar 10 tahun! Bukan waktu yang singkat memang. Dia teman cowok yang pernah satu komunitas dengan aku di masa lalu. Ya, just a friend. Jujur aku tidak begitu kenal akrab dengan dia dulu. Cuma sekedar tahu, apalagi dua dari sahabatnya dia pernah jadi mantan pacarku, hihi...jadi wajarlah aku pasti ingat dia.

Pada awalnya, kami cuma sekedar ngobrol biasa. Oh, ternyata dia pernah tinggal dan bekerja di luar negeri juga. Saat ini dia sedang menjalankan usaha dengan teman-temannya. Udah masuk kategori sukses dia di usia muda. Wajarlah, aku dari dulu mengenal dia sebagai sosok yang cerdas. Cuma memang dia tidak terlalu suka bicara. Terlalu pendiam malah. Kalau boleh jujur, malah agak terkesan sinis. Sebab itu aku ingat banget dulu, jika tidak penting banget aku tidak mau bicara dengannya.

Tapi bertemu kembali dimasa kini dengan "tampilan" yang berbeda, membuat aku sedikit lupa dengan sikap sok cool-nya di masa lalu itu. Dia kini agak jauh lebih menyenangkan diajak bicara. Awalnya kami bertukar nomor telepon, lalu dia pun menawarkan aku untuk melihat hasil usahanya dengan teman-temannya. Sharing dikitlah untuk urusan pengembangan usaha. Ya, awalnya begitu.

Lalu, selanjutnya kami pun ngobrol-ngobrol untuk urusan yang lebih pribadi. Ya, rupanya dia tahu soal kehidupan pribadiku dari beberapa teman lama kami yang masih cukup dekat dengan aku. Dia mengaku prihatin. Dan tentang dia? hmm, ternyata dia belum menikah juga sampai saat ini. What?!

Sambil ketawa-ketawa dia ngaku belum laku-laku juga meski "packaging" dia saat ini sudah jauh lebih berkelas dari pada dulu. Hahaha...ada-ada aja! Jujur, aku tidak percaya. Mana mungkinlah dia tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita sampai detik ini? Homo-kah dia? ups! sorry...

Dan dia, teman lamaku itu cuma tersenyum. Senyum yang aneh terasa. Dan di salah satu food court di sore yang gerimis itu, dia kemudian mengungkapkan segalanya. Rahasia yang mungkin udah puluhan tahun dia pendam, dan seharus dia ungkap sejak dahulu kala.

Dulu, kata si teman lamaku ini, dia pernah suka sama teman ceweknya. Cewek yang aneh menurut dia. Cerewet, emosional, sombong dan sok kecakepan. Awalnya, dia mengaku sebel banget dengan cewek ini. Tapi karena mereka satu komunitas pertemanan, dia mengaku terpaksa harus terlihat biasa-biasa saja terhadap si cewek ini. Tetapi suatu hari, cara pandangnya terhadap cewek ini berubah drastis. Tanpa disengaja, mereka terpojok pada kondisi harus ngobrol berdua. Awalnya kaku, tetapi lama-lama dia mengaku jadi tiba-tiba suka dengan si cewek ini.

"Ngobrol dengan dia itu tidak bikin boring. Anaknya jujur dan apa adanya. Dan setelah aku lihat-lihat, dia lumayan manis juga" ungkap si teman lama ini.

Sejak itu, si teman ini mengaku kemudian mendadak jatuh hati pada si cewek ini. Tetapi untuk mengungkapkan, rasanya sulit. Ini cewek terlalu dinamis. Banyak gerak dan pecicilan. Langkah si cewek terkadang sulit terkejar bagi jiwa teman lamaku ini yang orangnya cenderung pasif dan grogian. Sampai akhirnya, si teman lama ini harus menelan luka bathin ketika dia tahu kalau cewek yang ditaksirnya itu justru naksir sahabatnya sendiri. Dan pacaran pula!

"Rasanya gimana ya waktu itu? Sedihlah pasti. Cuma tidak diungkapkan. Tetapi jujur, sejak saat itu aku jadinya agak-agak sinis sama dia. Nggak munafik sih, sakit hati juga"

Tapi tampaknya, rasa sakit hati teman lama ini tidak berakhir disitu saja. Di kemudian hari, usai putus dari sahabatnya, si cewek ini juga kemudian menjalin hubungan baru dengan sahabatnya yang lain. Waduh!

"Dua kali aku disakiti sama dia. Cuma herannya hati ini tidak bisa ditipu. Aku tetap suka sama dia. Meski perasaan itu harus kusimpan dan kupendam selamanya. Setelah dia putus sama sahabatku yang terakhir itu, aku juga tidak pernah nembak dia. Aku tidak pernah menyatakan perasaan aku sama dia. Entahlah, mungkin aku sakit hati banget dengan dia yang sudah macarin dua sahabatku. Sampai kemudian kami berpisah karena kesibukan masing-masing. Aku merantau ke berbagai tempat, mencari penghidupan yang lebih baik sambil berharap suatu hari kelak aku bisa melupakan cewek ini"

Sayangnya, menurut pengakuan si teman lama ini. Dia tidak pernah bisa melupakan cewek tersebut. Tetapi untuk mencari si cewek ini kembali, rasanya juga berat. Dia mengaku kesulitan untuk menentukan sikapnya ke cewek itu kelak. Apalagi dia mengaku, agak sedikit kurang percaya diri dihadapan cewek ini. Selanjutnya kehidupan teman lamaku ini hanya diisi dengan kerja dan kerja. Dia berharap suatu hari kelak dapat meraih kesuksesan besar, sehingga dia punya keberanian untuk menemui gadis yang pernah mengisi hatinya.

"Akhirnya aku mendapat kabar tentang cewek ini dari teman-teman. Dia sudah menikah, punya anak, tetapi dia bercerai. Tetapi lagi-lagi untuk menemui cewek ini aku tidak berani. Padahal di situs jejaring sosial, aku selalu liat dia comment di wall teman-teman lamaku. Aku cuma suka membaca comment dia yang lucu-lucu. Dia sama seperti dulu. Unik dan menyenangkan. Meski kulihat pic dia, haha...tidak lagi langsing seperti dulu. Namanya juga ibu-ibu. Tetapi pipi tembamnya itu selalu membuat aku rindu..."

Lalu teman lamaku ini kembali bercerita. Betapa dia akhirnya memberanikan diri untuk membuka hubungan pertemanan baru dengan si cewek ini. Dia bersyukur si cewek masih ingat dia. Kemudian mereka bertemu, dan disitu dia tahu bahwa rasa yang pernah hadir dulu itu tidak pernah menjadi semu. Tetap ada, meski kemudian terasa perih karena yang hadir dihadapannya kini seperti bukan lagi sosok yang sama seperti yang diharapkanya.

"Bertahun-tahun aku merindukan dia. Tetapi setelah bertemu, dia malah bercerita kalau kini dia masih menyimpan perasaan kepada seseorang. Orang lain (lagi!). Orang yang menurut aku tidak layak untuk dia cintai. Sebab laki-laki itu memutuskan hubungan tanpa suatu alasan. Lalu menghilang. Laki-laki macam apa itu? Tetapi apa mau dikata? Dia punya hak untuk mencintai siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Lagi pula ini salahku. Aku tidak membuka peluang terhadap diriku sendiri untuk dapat meraih hatinya. Lagi-lagi aku terluka. Tetapi jujur, aku semakin memahami perasaan ini"

Sore itu gerimis kian sadis. Segelas orange juice di depanku sudah habis. Sementara kopi di depan teman lamaku itu masih tersisa setengah. Aku melirik jam tangan, dan kemudian berpikir untuk cepat-cepat pulang. Anakku pasti sudah tidak sabar menunggu aku pulang ke rumah. Si teman lama menawarkan untuk mengantar pulang, tetapi aku hanya minta dia mengantarkan sampai stasiun kereta api Senen. Aku sangat suka naik kereta. Awalnya dia kurang setuju, tetapi akhirnya dia tak mampu menolak.

Sepanjang perjalanan menuju stasiun Senen, kami hanya diam. Dia nampak serius menyetir mobilnya, dan aku "pura-pura" fokus untuk "mengacak-acak" blackberry. Tetapi aku yakin, kami sebenarnya sedang berusaha menutupi perasaan ini.

Tepat di depan stasiun, kami turun. Dia masih menunggui aku yang antri nunggu tiket menuju ke Bekasi. Kereta 10 menit lagi datang. Aku menjabat tangannya erat.

"Terima kasih kawan, senang bertemu kamu lagi. Semoga bisnismu lancar ya" kataku.

"Kamu juga, semoga semua yang kamu harapkan dapat terwujud. Salam buat anakmu ya!"

Aku mengangguk. Melambai dan berbalik, tapi..

"Wid!"

Aku menoleh. Dia tampak tersenyum ramah.

"Lebih baik dicintai daripada mencintai. Kalau dicintai, kita akan belajar untuk mencintai. Tetapi kalau mencintai, kita akan terus-terusan belajar banyak hal. Mulai dari belajar untuk siap disakiti, dihianati, ditinggalkan atau bahkan dilupakan.."

Aku mengangguk,"Terima kasih sudah mau jujur"

Kereta sore itu penuh sesak sekali. Begitu berjubelnya manusia sehingga tidak mungkin ada satu pun orang yang bisa melihat air mata ini. Dia pria yang baik. Mungkin salah satu pria terbaik yang pernah kukenal. Tetapi kenapa hati ini tidak pernah bisa terarah dengannya. Dulu, jika dia tidak lebih dulu membuka hati, mungkin segala sesuatu yang diingini bisa saja terjadi. Tetapi kenapa dia baru bisa jujur untuk saat ini? Saat hati ini sudah begitu lelah untuk mencintai dan terlalu takut untuk dicintai?

Hati ini sudah beku. Tidak akan ada sedikit ruang buat seorang laki-laki disini. Aku berusaha tidak akan mengenal dan mempercayai lagi. Setidaknya untuk saat ini. Aku ingin fokus menggapai masa depan, mengurus anak dan mengubur segala kenangan masa silam yang menyakitkan. Aku tidak mau jatuh lagi karena laki-laki. Tidak akan.

Maafkan aku teman lama, pasti di luar sana ada seseorang yang lebih pantas untukmu. Seseorang yang memang ditakdirkan hanya untuk kamu. Dan aku yakin, itu bukan aku.. (***untuk seorang teman lama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar