Powered By Blogger

kisah inspiratif widya

Selasa, 27 April 2010

Kisah Seorang Polisi

Kita memang tidak tahu seperti apa hidup kita ke depan nantinya. Apakah lebih buruk dari sekarang, atau jauh lebih baik lagi. Yang jelas kita sadari, bahwa roda kehidupan ini berputar sempurna. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Tak perlu ganas saat ada di atas, atau tak perlu menjadi lemah saat kita di bawah.

Memang, tidak mudah menjadi manusia yang sedang berada di bawah. Ibarat kata, bernafas pun mungkin susah. Banyak orang di sekeliling kita yang bukan menolong tetapi justru menginjak kepala, karena melihat kita tak berdaya. Padahal ibarat ditekan di atas karet, sesuatu itu justru akan terlempar jauh ke udara. Allah akan mengangkat harkat, derajat dan martabatnya. Jauh lebih baik, dari orang-orang yang telah memberikan penghinaan terhadapnya. Saya memiliki kisah yangg mungkin dapat menjadi hikmah dari sebuah perjuangan panjang. Ini kisah nyata dan bukan rekayasa. Sekedar menjadi pijakan, bahwa kita pun mungkin dapat seperti mereka.

Karena ini: Kisah Seorang Polisi

Suatu hari, hand phone saya berbunyi. Seseorang yang mengaku polisi minta agar saya menuliskan kisah hidupnya di koran. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2001. Saat itu saya masih menjadi wartawati bagian kriminal di sebuah koran harian di Palembang. Karena waktu itu bidang liputan kriminal, saya bukan hanya mencari berita tentang kriminalitas, tetapi juga tentang profil seorang pendekar hukum baik itu pengacara atau polisi.

Pada awalnya, saya mengira bintara polisi itu pengen ngetop aja. Sebab aneh juga jika tiba-tiba ada orang yang ingin sekali masuk koran hingga menghubungi seorang wartawan. Biasanya kan wartawan yang mencari berita atau sosok yang akan diprofilkan. Tetapi karena saya memang sedang butuh sosok untuk rubrik pendekar hukum, maka permintaan bertemu dari polisi itu saya terima. Polisi itu pun datang ke kantor saya menjelang makan siang. Dia muda, dan..(ehem!) tampan pula. Dia pun mengajak saya makan siang di salah satu tempat makan tak jauh dari kantor saya, sambil menggelar aksi wawancara. Dari pertemuan itu saya baru tahu, bahwa dia memiliki tujuan mulia untuk niatnya diekspos di koran itu.

Sang polisi ini berkisah, dia jengah dengan aksi sogok-menyogok yang terjadi pada proses perekrutan calon anggota kepolisian. Aksi sogok ini, membuat banyak anak muda yang dari golongan ekonomi lemah enggan melamar jadi polisi.

"Padahal masih banyak polisi yang masuk polisi dengan jalur bersih. Seperti saya!" kata dia.

Polisi ini berkisah, dia merupakan pemuda dari desa di pedalaman Sumatera Selatan. Keluarganya hanya petani biasa. Sebab itu,usai menamatkan SMA dia tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mencari pekerjaan pun ternyata tidak mudah di kota Palembang. Dia sudah nyari putus asa. Beruntung, dia bertemu bekas kakak kelasnya yang kini telah menjadi seorang polisi. Kakak kelasnya ini menyarankan dia untuk ikut tes polisi. Sebab menurut bekas kakak kelasnya ini, dia masuk polisi tanpa membayar satu sen pun. Murni berjuang sendiri. Bahkan dengan menjadi seorang polisi, si bekas kakak kelas ini pun mampu melanjutkan tingkat pendidikannya ke universitas.

Melihat keberhasilan bekas kakak kelasnya tersebut, maka anak kampung ini pun nekad menyusun berkas persyaratan agar dapat diterima menjadi anggota polisi. Dia pun pulang kampung meminta restu kepada orang tua dan segenap warga kampungnya, agar dapat lolos tes menjadi anggota polisi.

"Hanya orangtua yang merestui. Meski dengan berat hati. Sebab mereka ragu saya bisa masuk polisi. Mengingat kami ini cuma keluarga petani miskin. Apalagi sepanjang perjalanan menuju ke kota untuk mengikuti tes polisi, setengah mati saya ditertawakan warga kampung. kata mereka, nah, ada orang gila menghayal ingin jadi polisi. tidak punya duit, nekad juga ikut tes polisi!" kisah si polisi ini sedih.

Saat itu saya ingat sekali wajah si polisi muda ini saat bercerita. Tatap matanya jauh entah kemana. Seakan kisah itu begitu menyakitkan hatinya. Baru kemudian saya dapat bernafas lega, kita dia mulai tersenyum ceria. Dia menceritakan betapa bahagia dirinya saat lolos dari tes dan menjadi anggota polisi. Tak terbayangkan lagi rasa bangga orangtuanya yang tinggal jauh di desa.

"Sekarang saya sudah jadi polisi. Saya bisa membantu perekonomian keluarga, dan saya pun dapat melanjutkan pendidikan saya yang tertunda. Saya mengambil kuliah sore. Saya hanya ingin memberikan hikmah bagi anak-anak muda lainnya. Jangan menyerah karena kita kita tidak punya harta. Justru tekad itu lebih dari segalanya. Jangan pernah menghiraukan ejekan atau hinaan orang. Jadikan itu semangat buat kita lebih maju. Allah akan menolong orang-orang yang sabar dan mau berusaha. Tetapi jangan dendam. Saya tidak dendam pada warga kampung yang menghina saya waktu itu. Mereka sudah cukup malu melihat saya sudah berhasil jadi polisi," tutur polisi itu lagi.

Kisah tentang polisi muda ini, kerap saya ceritakan kepada pemuda-pemuda yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Saya ingin mereka terinspirasi lebih maju, meski jelas untuk itu perjalanan mereka tentu tidak mudah. Perlu perjuangan, pengorbanan. Hanya pejuang sejati yang mampu bertengger di batas akhir kemenangan. Mereka sukses dalam ujian, dan Allah menaikkan tonggak kehidupannya jauh lebih dari sebelumnya. Jika mereka bisa, kenapa kita tidak ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar